All Chapters of Jatuh Bangun sang Pengacara Cantik: Chapter 321 - Chapter 330

Begitu mendengar kata Kota Senara, Adeline pun mengerutkan bibirnya. Dia hampir yakin bahwa Henry yang sedang dibicarakan memang adalah Henry yang dikenalnya. Jadi, wanita yang duduk di hadapannya benar-benar adalah ibunya Henry?Susan tersenyum dan berujar, "Anak yang sudah dewasa pasti akan tinggalkan orang tua mereka. Kalau mereka selalu muncul di hadapanmu, kamu mungkin juga akan merasa mereka nyebelin."Wanita di hadapannya tak kuasa menahan tawa. "Betul juga. Akhir-akhir ini, putraku baru libur dan pulang ke rumah. Setiap kali melihatnya, aku rasa dia nyebelin banget. Tapi waktu nggak ketemu, aku malah merindukannya. Mungkin ini seperti kata orang-orang, waktu jauh dirindu, waktu dekat musingin."Selanjutnya, Adeline tidak berhenti berpikir apakah Henry memang kembali ke ibu kota. Dia pun kurang fokus selama permainan mahyong dan kehilangan beberapa kesempatan untuk menang.Di sisi lain, permainan Wulan makin baik dan dia memenangkan beberapa putaran berturut-turut. "Wulan, kamu

"Awas!"Pada saat-saat kritis, Kaivan mengulurkan tangannya untuk melindungi Adeline. Sup panas itu tumpah ke jasnya, lalu langsung meresap dan menempel di kulitnya. Saat merasakan sensasi sakit di lengannya, dia pun mengernyit kesakitan.Melihat Kaivan terluka, Lesya langsung merasa panik dan takut. Dia secara naluriah melepaskan tangan Adeline. "Kaivan, kamu baik-baik saja?"Lesya mengulurkan tangan untuk mengangkat lengan baju Kaivan supaya bisa memeriksa apakah ada luka bakar. Saat ujung jarinya menyentuh lengan Kaivan, Kaivan segera menghindar.Tangan Lesya membeku di udara, tatapannya dipenuhi rasa tidak percaya. Kaivan bahkan tidak meliriknya, malah menoleh ke arah Adeline. "Sup panas itu nggak kena kamu, 'kan?"Adeline melirik ujung gaunnya dan menjawab dengan acuh tak acuh, "Ada beberapa tetes minyak dan makanan yang terciprat ke baju dan sepatuku. Aku akan kirim tagihannya ke sekretarismu. Tolong ganti rugi sesuai harga."Mata Kaivan pun menggelap setelah mendengar ucapan Ad

Amanda hampir tertawa terbahak-bahak. Dia tidak menyangka Adeline begitu bodoh dan bisa berbohong tanpa berpikir panjang. Bekerja sama dengan kantor cabang Grup Hermanto saja sudah merupakan hal yang luar biasa, tetapi Adeline masih begitu delusif hingga berpikir kantor pusat Grup Hermanto akan bekerja sama dengan Grup Thomas?"Kak, meski mau berbohong, kamu juga nggak seharusnya bercanda tentang hal ini. Kantor pusat Grup Hermanto cuma kerja sama dengan perusahaan 500 besar dalam negeri atau perusahaan publik. Mana mungkin mereka mau bekerja dengan Grup Thomas?""Lagian, kalau kamu benar-benar kerja sama dengan kantor pusat Grup Hermanto, kalian seharusnya sudah tanda tangan kontrak, 'kan? Tanpa kontrak, mana mungkin kami percaya sama janji-janji kosongmu?"Amanda yakin Adeline hanya sedang berbicara omong kosong. Sebelumnya, dia sudah menghubungi kantor pusat Grup Hermanto, tetapi bahkan tidak bisa bertemu dengan manajer klien mereka. Jadi, dia baru terpaksa menghubungi Rosma.Adelin

Delon menatap Rosma sambil tersenyum. "Yang Bu Rosma bilang benar. Aku yang nggak didik putriku dengan baik. Aku minta maaf atas apa yang dia katakan tadi. Aku harap kamu nggak tersinggung.""Emm. Pak Delon nggak usah khawatir. Aku nggak tersinggung. Memang ada beberapa masalah yang belum diselesaikan terkait kerja sama dengan Grup Thomas, tapi itu nggak ada hubungannya sama Adeline. Aku harap Pak Delon nggak salah paham."Delon mengangguk cepat. "Baik, aku mengerti."Kemudian, Delon menatap Adeline yang berdiri di belakang Petra dan berkata dengan dingin, "Bu Rosma sudah nggak permasalahkan sikapmu, kenapa kamu masih nggak minta maaf ke dia?"Adeline menjawab dengan acuh tak acuh, "Sudah kubilang, aku nggak akan minta maaf ke dia. Grup Thomas juga nggak akan kerja sama dengannya lagi.""Bu Rosma, jangan dengarkan omong kosongnya. Dia masih nggak punya hak buat ambil keputusan di Grup Thomas."Setelah diprovokasi berulang kali oleh Adeline, meskipun ada Petra di sini, raut wajah Rosma

"Tadi itu situasi darurat. Itu beda sama dengar kamu mengakuinya secara langsung," jawab Petra. Adeline menggodanya, "Apa bedanya? Barusan kamu ngomongnya lancar banget kok." "Yang tadi itu palsu. Sekarang baru nyata." Setelah diam sejenak, Petra menunduk dan menatap mata Adeline sambil bertanya dengan jelas, "Aku boleh peluk kamu?"Bibir Adeline melengkung membentuk senyum. Dia merentangkan tangannya untuk memeluk Petra. "Tentu saja. Kelak, kamu nggak perlu tanya lagi. Ini kan hak istimewa seorang pacar."Aroma gardenia yang samar tercium dari tubuh Adeline. Petra mengulurkan tangan dan membalas pelukan itu. Hatinya yang tadinya gelisah akhirnya tenang. Tak lama setelah mereka berpelukan, perut Adeline tiba-tiba mengeluarkan bunyi keroncongan. Kemudian, dia baru teringat bahwa gara-gara Lesya dan Kaivan, dia bahkan belum sarapan pagi ini."Lapar?""Emm, kamu sudah makan siang?""Belum. Kamu mau makan apa? Aku akan masak."Adeline melepaskan diri dari pelukan Petra, lalu melihat per