Fatih tertawa, tawa yang terdengar lega dan geli. Masih dengan tertawa, ia menarikku lebih dekat ke dalam pelukannya, mengabaikan protesku yang setengah hati dan lebih terasa seperti refleks daripada penolakan sungguhan. "Aku suka saat kau cemburu," bisiknya, napasnya yang hangat terasa geli di dekat telingaku. "Itu artinya kau masih peduli. "Aku tidak cemburu!" sanggahku lagi, mendorong dadanya pelan, meskipun aku tahu itu sia-sia. "Aku hanya tidak suka dia ada di sini. Di rumah orang tuaku." "Aku tahu," kata Fatih, nadanya kembali serius. Ia menangkup wajahku dengan kedua tangannya, memaksa mataku untuk menatap lurus ke matanya. "Dan aku akan mengurusnya. Aku janji. Tapi bukan sekarang. Sekarang, aku hanya ingin bersamamu." Ia menatapku lekat, tatapan yang sama yang selalu berhasil meluluhkan pertahananku. Tatapan yang penuh dengan janji, penyesalan, dan cinta yang begitu dalam hingga terasa menyesakkan. "Safira," panggilnya lembut, ibu jarinya mengusap pipiku. "Aku t
Last Updated : 2025-08-28 Read more