Semua Bab Legenda Pendekar Biru: Bab 771 - Bab 780

“Tidak ada perjuangan yang akan sia-sia, namun hasil yang akan diraih tergantung pada sejauh mana proses dalam mewujudkannya. Maka dari itu, berjuanglah sepenuh hati. Kita adalah tembok terakhir bagi semesta kita, pelindung serta lentera yang akan membakar kegelapan. Jangan sia-siakan kehormatan ini, karena dengan bersatu, kita akan memiliki harapan untuk menang,” suara Lintang lantang menutup pertemuan, membuat semua orang langsung bangkit bersorak terbakar api semangat.Pemandangan tersebut membuat pangeran Arundia semakin terkagum kepada Lintang.Dia semakin paham, ternyata dalam seni memimpin dibutuhkan hati yang tulus agar seorang pemimpin bisa mengerti dan menerima setiap kekurangan pasukannya.Tidak heran Lintang dahulu bisa menjadi pemimpin besar dari ratusan juta pasukan, di mana selain memiliki hati yang tulus, Lintang juga memiliki tekad yang kuat, jiwa yang bersih, serta pemikiran jauh kedepan sehingga dia tidak hanya mampu membaca setiap kekurangan saja, tetapi juga mampu

Selagi Lintang pergi tanpa pamit, Galuh bersama ratu isyana, Arga, Balada, dan Putri Arum sama-sama kerepotan menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan Lintang.Termasuk memikirkan cara menjemput kedua keluarga calon mempelai di tengah situasi pelik seperti ini.Galuh kehabisan ide tidak bisa menemukan solusi terbaik entah bagaimana cara menembus semesta tanpa harus menggunakan portal.Sementara jika ditempuh dengan terbang, maka dia akan membutuhkan waktu sekitar 80-100 tahun baru bisa mencapai Raya Purba.Bagi bangsa peri seperti keluarga putri Purbararang mungkin waktu selama itu tidak masalah karena mereka memiliki usia panjang.Namun bagi keluarga Putri Widuri dan Keluarga Lintang, sulit bagi manusia bisa mempertahankan usia.Terlebih terdapat dilatasi waktu yang harus Galuh hadapi di mana perbedaan jarak serta perputaran mata hari membuat waktu di sana akan berjalan lebih cepat. Itu Artinya, jika Galuh menjemput keluarga calon mempelai dengan terbang, maka waktu yang dia butuhk

“Ada satu bangsa Kala yang masih hidup teman, dia berhasil selamat dari invasi para dewa dengan menggunakan segel rahasia leluhurnya,” jawab Kalayuda.“Bangsa Kala? Masih hidup? Berarti usianya sudah puluhan bahkan ratusan juta tahun? Tidak mungkin,” Galuh tertegun mendengar Kalayuda.“Benar, dia hidup di era sang Hyang Nurassa. Bahkan menurut sedikit kabar, mahluk tersebut pernah terlihat pada perang era kehancuran,” ungkap Kalayuda.“Sial! Mengapa kau baru bercerita sekarang, Yuda. Cepat katakan, di mana aku bisa menemuinya?” mata Galuh berbinar penuh semangat.Andai saja apa yang dikatakan Kalayuda benar, maka sangat besar kemungkinan bangsa Kala tersebut mengetahui rahasia jalan menuju Sawarga.Namun bangsa Kala adalah ras yang buas, Galuh sadar, mendekatinya sama saja dengan mendekati kematian.Bangsa Kala hanya akan tunduk kepada mereka yang mampu mengalahkannya.Galuh sedikit ragu akan hal ini karena jika dia mampu bertahan hidup dari invasi para dewa kuno, maka kesaktiannya je

Di hadapan Nayaka, pangeran Arundia mengungkapkan segala kekecewaannya terhadap Lintang.Ternyata dia tidak setuju Lintang memiliki istri lain selain ketiga ibundanya.Pangeran Arundia adalah seorang yang perasa, dia membayangkan betapa sakitnya Putri Asmara, Anantari, dan Atmarani dalam menghadapi kenyataan ini.Pemuda tersebut menganggap ayahnya adalah seorang yang egois, lelaki berengsek yang hanya mengejar kesenangan sendiri tanpa memikirkan orang-orang disekitarnya.Hal itu sangat wajar karena pangeran Arundia belum mengenal Lintang sepenuhnya. Andai dia tahu tujuan dari setiap tindakannya, mungkin perselisihan ini tidak akan pernah terjadi.Lintang adalah seorang yang penuh perhitungan, penyayang, bijak, penuh tanggungjawab, dan kesatria yang selalu berpikir bahwa dirinya adalah pilar penopang alam.Lintang akan melakukan apa pun demi terciptanya kedamaian, termasuk menikahi gadis dari berbagai ras yang menurut dirinya akan menjadi jembatan bagi tugas yang sedang ditempuhnya.Se

“Bukan aku yang seharusnya kalian sambut paman, tapi kanda, tidakah kalian mengenali dia!” tutur Putri Widuri sembari menunjuk ke arah Lintang.Awalnya para panglima dan prajurit tidak mengerti, namun ketika melihat tongkat semesta terselip di pinggang Lintang. Mereka semua langsung melebarkan mata.Kemudian tubuh semua bergetar di penuhi rasa ketidak percayaan sebelum selanjutnya mulai menitikan air mata menyambut kepulangan Lintang.“Pa-pa—pangeran Agung,” semua prajurit dan panglima bersujud secara bersamaan.Tidak ada yang tidak menangis di sana. Semua berderai air mata merasa terharu sekaligus sedih akan kembalinya Lintang.“Panglima Utala, paman Rogo, senang bertemu kembali dengan kalian. Juga semua prajurit Aru,” sapa Lintang membuat tangisan mereka semakin menjadi hingga tidak mampu berkata-kata.“Aku tahu kalian semua bahagia, terharu dengan kepulanganku. Terimakasih!” Lintang meminta mereka semua bangkit.“Ayo kita pulang, aku sudah sangat merindukan semua yang ada di istana