Semua Bab Legenda Pendekar Biru: Bab 781 - Bab 790

“Ti-tidak mungkin, pa-pangeran besar ...,” tubuh senopati Drupada seketika ambruk berlutut menitikan air mata.Sedangkan Ratu Gayatri mematung tak bisa berkata-kata, kedua matanya melotot tidak percaya, sedangkan mulutnya menganga ditutupi oleh kedua tangannya.“Kelenting Sari, pu-putri kita dinda,” Raja Sri Rangga terkejut melihat kehadiran putri Widuri. Sedangkan permaisuri bersama Ratu Gayatri menatap lurus ke arah Lintang.“Pu-putraku Aru,” tubuh Ratu Gayatri gemetar. Begitu juga dengan tubuh permaisuri.Bagi orang lain, Lintang mungkin hanya terlihat sebagai Kusha. Mereka mengenali pangerannya dari tongkat semesta yang Lintang bawa.Namun bagi Ratu Gayatri dan Permaisuri (Panggilan untuk nenek Lintang), wujud Lintang tidak pernah berubah. Mereka melihat Kusha seakan sedang melihat Lintang dahulu.Mata biru, rambut putih mengkilap, tubuh tegap gagah semampai, serta wajah yang amat tampan.Entah ini karena ikatan darah yang sangat kuat, atau mungkin jiwa Ratu Gayatri dan Permaisuri

“Kanda, bersama rombongan besar?” Ratu Gayatri segera berdiri senang.“Putra kita,” Permaisuri juga demikian.“Be-benar gusti Ratu, Paduka Prabu Agung datang bersama Ratu Isyana dan keluarga, termasuk pangeran Arga dan ketiga istri putra mahkota,” ungkap Prajurit tersebut.“Me-mengapa ayah bertindak secepat ini?” Lintang mengerutkan kening.Dia bergumam di dalam hati karena merasa ada yang janggal dengan kedatangan Galuh.Sedangkan Putri Widuri dan Putri Purbararang sama-sama tersenyum riang merasa bahagia atas kedatangan mereka.“Kalau begitu cepat buka pintu gerbang!” Ratu Gayatri memberi perintah.“Ba-baik gusti,” angguk prajurit tadi.Dia segera undur diri untuk menyampaikan perintah sang Ratu kepada penjaga gerbang.“Ayo nanda, kita sambut ayahmu,” Ratu Gayatri bergegas menarik tangan Lintang sehingga mereka berjalan berdampingan keluar dari istana.Sementara di belakang terdapat Raja Sri Rangga Masalemba, Permaisuri, Putri Widuri bersama putri Purbararang.Mendapati berita kedat

Putri Widuri dan Putri Purbararang hanya bisa diam termenung mendengar pembicaraan Lintang dan Keluarganya.Mereka tidak cukup berani mengemukakan pendapat karena khawatir akan menyinggung sebagian pihak.Keduanya tahu, Lintang saat ini tengah dirundung beban yang amat berat. Belum lagi sikap putranya yang tentu membuat Lintang semakin sulit.Meski tidak pernah diungkapkan, tetapi Putri Widuri dan Putri Purbararang bisa merasakan kegelisahan Lintang.Lintang sebetulnya terluka atas apa yang pangeran Arundia lakukan, namun dia sengaja menyembunyikannya agar Putri Widuri dan Putri Purbararang tidak merasa terpukul.Padahal sejatinya, kedua gadis itu sudah menyadari sejak awal. Tetapi mereka juga mencoba tegar dengan tidak mengatakannya kepada Lintang.Saat di padang bunga, Putri Widuri dan Putri Purbararang sengaja berpura-pura ceria guna membuat Lintang bahagia. Sedangkan jauh di dalam hatinya, mereka juga sama terluka seperti Lintang.Namun baik putri Widuri mau pun putri Purbararang,

Galuh sangat mengerti karakter Lintang, dia akan melakukan apa pun demi terciptanya perdamaian. Sedangkan pernikahan hanya sebagai dalih agar siapa pun tidak mengetahui rencananya.“Apa yang sebenarnya terjadi kawan? Mengapa kau jadi begitu keras terhadap putramu?” suara Kalayuda tiba-tiba muncul di dalam kepala Galuh.Ternyata Ratu Isyana tidak berhasil mengejar Galuh di mana suaminya tersebut malah pergi memasuki dunia dimensi cincin pusaka.Galuh menyendiri di sana, meluapkan amarah dengan menghancurkan berbagai gunung yang ada di dalam dunia dimensinya.Baru setelah itu, dia termenung berlutut di atas permukaan tanah, menitikan air mata kekesalan akibat sifat keras kepala Lintang.“Dia masih belum berubah Yuda, bocah sialan itu berniat menanggung masalah semesta sendiri. Aku tidak tahu entah akan kemana dia pergi, namun dari gelagatnya, dia seperti akan kembali menantang kematian,” ungkap Galuh sembari menyeka air matanya.“Begitu ternyata, keras kepalanya menurun darimu, sobat,”

Lintang pergi hampir semalaman, dan selama itu pula semua orang kalang kabut mencarinya.Hingga ketika mentari mulai terbit, Galuh pulang dengan wajah lemas karena tidak bisa menemukan Lintang.Bersamaan dengan itu, Anantari, Putri Asmara, Atmarani, Arga, Putri Arum, dan Balada pun muncul hampir berbarengan.Mereka semua memasang ekspresi wajah yang sama, yakni lesu, lemas, dan cemas, menggambarkan kekhawatiran mendalam kepada Lintang.Galuh duduk menunduk di singgasana, Arga berdiri tanpa kata, begitu juga dengan Balada. Sedangkan para wanita saling memandang dengan raut muka berkaca-kaca.Meski tidak ada yang bersuara, tetapi mereka semua saling mengerti bahwa tidak ada satu pun yang berhasil menemukan Lintang.Penyesalan mulai tumbuh di hati semua orang, terutama Galuh, dia merasa paling bersalah kepada Lintang.Sampai-sampai tidak ada satu pun yang menyadari bahwa keadaan istana begitu sepi di mana seluruh penghuninya pergi mencari mereka.Hingga saat pagi mulai menyingsing, rombo