Semua Bab Kembar Lima: Om Presdir, Berhenti Mengejar Mommy!: Bab 121 - Bab 130

Sementara di tempat lain, kini Vidia pulang saat di rumah tidak ada siapapun. Saat mobil merahnya tiba di rumah, Vidia merasa perasaannya tidak nyaman karena mobil hitam milik Caesar tidak ada. Dengan membawa tas branded berwarna merah di tangannya, Vidia berjalan masuk ke dalam rumah. Rumah terlihat temaram, sepi, dan hawanya dingin tak seperti biasanya. "Selamat malam, Nyonya," sapa Middi, kepala pelayan di rumahnya. Vidia menoleh pada wanita setengah baya itu. "Kenapa rumah sepi sekali? Di mana suami dan anakku, Middi?" tanyanya sambil melepaskan anting mutiara yang ia pakai dan menyerahkan pada kepala pelayan itu. "Tuan tadi pulang sebentar, Nyonya. Lalu pergi kembali bersama Eric, katanya ... Tuan mencari Nyonya." Langkah Vidia sontak terhenti. Ia menatap kepala pelayan itu dengan alis berkerut dan telunjuknya menunjuk dirinya sendiri. "Me-mencariku?" "Benar, Nyonya. Tuan juga tidak membawa pulang Tuan-tuan dan Nona Kecil. Padahal sudah dua hari ini mereka tidak pulang, ru

"Kebohongan apa lagi yang kau sembunyikan dariku, Vidia?! Beraninya selama ini kau berbohong padaku!" Suara berang marah Caesar menggelegar di dalam kediamannya. Suasana yang temaram dan bunyi hujan deras di luar semakin menambah kesan mencekam di dalam tempat itu. Vidia menangis tergugu terduduk di lantai saat Caesar menyeretnya masuk ke dalam rumah. Wanita itu sok menjadi korban, padahal dialah dalang di balik segala kebusukannya. Caesar memperhatikan dengan mata berkilat-kilat pada wanita yang bersimpuh penuh air mata tersebut. "Jelaskan padaku! Gunakan mulutmu untuk menjelaskan padaku, Vidia!" teriak Caesar berapi-api. Vidia menangis pilu memegang kaki Caesar. "Aku minta maaf, Sayang ... aku minta maaf! Percayalah kalau si kembar itu anak kita! Si kembar itu anak kita berdua, Caesar! Aku ... aku—""Kalau triplets itu anak yang kau lahirkan, lalu bagaimana dengan Dylan dan Diego!" seru Caesar menuntut. "Kenapa dua anak itu bisa ada pada Chloe!" Vidia meremas bagian bawah cela

Diego cemberut saat dipangku oleh Caesar. Anak laki-laki itu masih cemberut padanya, tentu saja Diego tidak semerta-merta mau dipangku seperti ini oleh Papanya. "Kenapa menatap Daddy seperti itu?" tanya Caesar sambil merapikan rambut Diego yang sedikit berantakan. "Tidak apa-apa," jawabnya ketus. "Aku mau turun. Daddy pasti mau mencari perhatian sama Mommy 'kan, pakai acara menggendongku sok-sokan mau menenangkan aku." Caesar tersenyum gemas. "Siapa juga yang mencari perhatian pada Mommy-mu, Sayang. Daddy tidak melakukannya. Apa salahnya membujuk anak sendiri?" Laki-laki itu mempelajari karakter seorang Diego. "Jangan mudah marah-marah, Diego. Kasihan Mommy..." "Padahal tadi hanya pemanasan marahnya," cibir Diego. “Tadi hanya marah kecil, Daddy…”Caesar tersentak pelan, ia merasa seperti tersengat listrik saat tangisan kencang dan tantrum sehebat itu Diego bilang baru pemanasan. Lalu seperti apa marahnya bocah ini?Namun, Caesar tidak mau kaget. Diego hanyalah anak-anak. Mungkin

"Jadi, kau benar-benar siap untuk dikirim ke Lyon Minggu depan bersama Amelia, Dokter Chloe?" Dokter Jhonson memanggil Chloe dan Amelia untuk dimintai pendapat tentang tawaran perpindahan kerja ke luar kota. Dengan senang hati Chloe menerimanya tanpa rasa ragu sama sekali. "Iya, Dok. Saya menerima tawarannya. Saya siap pindah ke Lyon," jawab Chloe. “Aku hanya mau pindah kalau Chloe juga pindah, Paman,” sahut Amelia pada Pamannya tersebut. "Baguslah kalau begitu. Besok, saya dan beberapa orang juga akan membahas hal ini dalam meeting. Kalau Dokter Chloe memang sudah mantap, bisa mempersiapkan kebutuhan di sana dan juga berkas-berkasnya, ya?" Chloe mengangguk patuh. "Baik, Dok." Amelia pun juga ikut senang karena ia bisa pindah kota bersama Chloe juga. Setelah membahas semuanya, Chloe pun sepakat untuk pergi ke luar kota. Beberapa menit kemudian, Chloe keluar dari dalam ruangan itu bersama dengan Amelia yang kini tersenyum-senyum senang. "Akhirnya, Chloe ... kau bisa bebas mem

"Lain waktu kalau kau ingin membawa mereka, kau harus meminta izin padaku." Chloe mengatakan itu pada Caesar saat mereka tengah berdua, berdiri di depan gerbang tempat penitipan si kembar, sebelum Chloe kembali ke rumah sakit. Mendengar apa yang Chloe katakan, Caesar menaikkan salah satu alisnya. Laki-laki berwajah putih dan tampan itu tersenyum miring. "Kenapa aku harus izin padamu? Mereka adalah anakku!" jawabnya. "Tapi aku Mamanya, aku jauh lebih berhak! Karena aku yang hamil dan melahirkan mereka berlima, Caesar!" tegas Chloe. Caesar terdiam sejenak dan maju satu langkah mendekati Chloe. "Chloe, jangan egois. Mereka juga ingin merasakan memiliki orang tua yang lengkap dan kasih sayang yang setara dari aku, Papanya." "Dan aku Mamanya, Caesar," desis Chloe. "Kau masih tidak percaya? Atau kau masih menganggap kalau istrimu itu adalah Mama kandung mereka?!" "Kalau begitu jelaskan sekarang juga, kenapa di kembar bisa ada pada Vidia waktu itu!" tanya Caesar, ia meraih lengan Ch