Cahaya sore yang kemerahan menyelinap melalui tirai berat, melukis bayangan panjang Matteo yang duduk dengan angkuh di sofa kulit hitam. Kaki kanannya disilangkan di atas lutut kiri, segelas whiskey bergoyang pelan di tangannya yang berotot. Es batu berbenturan dengan kristal, suaranya nyaring di ruangan sunyi.Isabella berdiri tepat di ambang pintu, tas kecil tergenggam di tangan kirinya. Napasnya tenang, tapi jantungnya berdegup kencang—bukan karena takut, tapi karena kebencian yang sudah terlalu lama dipendam."Ingat pulang?" Matteo menyindir, bibirnya melengkung dalam senyum yang membuat Isabella ingin muntah.Kalau bukan Leonardo yang menyuruh, aku pun enggan pulang ke tempat ini, batin Isabella. Tapi yang keluar dari mulutnya hanyalah senyum tipis yang dingin."Kamu yang memintaku pulang," ujarnya perlahan, langkahnya mendekat dengan elegan. "Masih butuh aku?"Matteo mengetuk-ngetuk jarinya di gelas. "Jangan sombong, Belle," suaranya tiba-tiba rendah, mengancam. "Leonardo tidak
Last Updated : 2025-07-25 Read more