“Kalau ibu masih hidup, beliau pasti akan marah melihatku seperti ini,” suara Aruna serak, nyaris tenggelam di antara rintik hujan yang jatuh di atas nisan.Leonardi memayunginya tanpa banyak bicara. Di tangannya, payung hitam itu bergetar karena angin sore, namun ia tetap menahannya agar tak payung itu tidak jatuh.“Aku sudah berjanji untuk kuat, Leo. Tapi rasanya, semua hal terasa sunyi sejak Mama pergi.”Leonardi menatap wajah Aruna yang pucat, matanya sembab, bibirnya kering, namun masih memaksakan senyum kecil setiap kali menyebut nama ibunya. “Kau sudah kuat, Aruna,” katanya lembut. “Kau hanya sedang berduka. Itu bukan kelemahan. Semua ini butuh waktu Aruna. Percayalah suatu saat kau akan bisa menerimanya. Pelan-pelan.”Aruna terdiam. Tangannya menyentuh permukaan batu dingin di depannya, menelusuri nama ibunya yang diukir rapi di sana. Ia menarik napas dalam, tapi udara malah terasa menusuk paru-parunya.“Leo,” ucapnya pelan. “Kau tahu, waktu kecil aku selalu berpikir kalau keh
Terakhir Diperbarui : 2025-10-29 Baca selengkapnya