Lampu sorot ruang operasi menyinari meja bedah. Suara monitor detak jantung pasien terdengar teratur, namun setiap kali grafik menurun sedikit, jantung Yessa ikut berdegup lebih kencang. Ia berdiri di sisi meja, tangan terampil menyodorkan instrumen pada Isandro. “Retraktor,” ucap Isandro, suaranya rendah tapi tegas. Yessa cepat mengulurkan alat, jari mereka sempat bersentuhan—singkat, namun cukup membuat Yessa menahan napas di balik masker. Matanya sekilas menatap Isandro, dan di balik kacamata pelindungnya, ia bisa melihat tatapan serius sekaligus lelah. “Stabilkan tekanan darah pasien,” seru dokter anestesi dari sudut ruangan. Isandro mengangguk, lalu kembali fokus. Keringat menetes di pelipisnya meski suhu ruangan dingin. Yessa tahu betul betapa berat beban yang dipikul pria itu—satu kesalahan saja bisa mengubah hidup pasien selamanya. “Mas … eh, dok!” bisik Yessa sangat pelan, hampir tak terdengar, hanya untuknya. Tapi tetap saja, dia langsung menutup mulut yang ditutupi mas
Terakhir Diperbarui : 2025-08-31 Baca selengkapnya