Saat Max memanggil namanya sekali lagi, suara itu begitu nyata hingga membuat Laura terlonjak bangun. Laura terengah, matanya membulat. Kamar gelap, hanya suara detik jam yang terdengar. “Astaga …,” gumamnya pelan, menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Napasnya memburu, kulitnya masih seperti menyimpan jejak hangat sentuhan Max, seolah mimpi itu benar-benar terjadi. Ia meraih dadanya, merasakan detak yang masih belum mau tenang. “Apa-apaan mimpi itu?” gumamnya, menatap kosong ke langit-langit. Ia mencoba mengusir bayangan senyum Max dari kepalanya. Tapi semakin ia mencoba, semakin jelas rasanya, seakan Max masih berada di sisinya. Malu, bingung, kesal, dan entah kenapa ada sedikit rasa rindu pada sesuatu yang bahkan belum sepenuhnya menjadi nyata. Kenapa harus Max? Kenapa bukan Chris? Chris seharusnya yang memeluknya, menenangkan kegelisahannya, menghapus rasa yang mengendap ini. Tapi pria itu di mana sekarang? Laura menarik napas panjang, mencoba menenangka
Last Updated : 2025-08-14 Read more