Rayhan menengadah ke lantai atas, lalu berjalan menyalakan lebih banyak lampu. Ia meletakkan tas Alesha di sofa, seperti mengklaim wilayah, menegaskan bahwa Alesha bukan hanya tamu, melainkan seseorang yang akan tinggal. Ia meraih tangan Alesha lagi dan berjalan menuju tangga.Tiba-tiba, suara Zira terdengar. Suara itu bukan tangisan, melainkan suara yang tenang, dingin, dan menakutkan. Zira tidak berada di lantai atas. Ia keluar dari lorong, muncul dari dapur."Aku tahu kalian akan pulang bersama," kata Zira. Ia tidak membawa teh; tangannya kosong, memegang erat amarahnya. Ekspresinya tidak menunjukkan kemarahan, hanya kekecewaan yang sudah membeku, menghapus jejak air mata.Rayhan melepaskan tangan Alesha. Ia harus menghadapinya sebagai Ayah, bukan sebagai kekasih.“Zira, kita perlu bicara,” ujar Rayhan, langkahnya hati-hati, berusaha mendekat."Oh, kita pasti akan bicara, Papa," balas Zira, suaranya sangat rendah. Ia menatap Alesha, pandangannya penuh penghinaan. "Tapi jangan
Última atualização : 2025-11-20 Ler mais