"Jangan pergi," bisik Alesha, mencengkeram kemeja Rayhan erat-erat, kuku-kukunya menembus kain tipis itu. Ia takut Rayhan akan lenyap saat ia memejamkan mata, takut ia akan terbangun sendirian."Tidak akan," jawab Rayhan, mencium leher Alesha, kata-katanya penuh kepastian. "Aku milikmu. Selalu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu."Mereka bangkit dari sofa, bergerak ke kamar tidur. Gerakan mereka tergesa-gesa, dipimpin oleh emosi yang campur aduk: rasa takut yang mendalam, rasa bersalah yang menusuk, dan kebutuhan primitif untuk menghilangkan rasa sakit itu melalui penyatuan. Mereka menanggalkan pakaian satu sama lain, pakaian yang terasa seperti seragam perang yang telah usang, meninggalkannya berserakan di lantai, seolah membuang beban identitas mereka sebagai dokter terhormat dan mahasiswi yang dicemooh.Di bawah cahaya lampu tidur yang remang-remang, Rayhan memandang Alesha. Wajah Alesha, biasanya penuh cahaya dan senyum, kini dipenuhi air mata yang menggenang. Itu bukan
Last Updated : 2025-11-24 Read more