All Chapters of Menjadi Selingkuhan Suamiku : Chapter 41 - Chapter 50

Dua hari kemudian. Di salah satu ruangan kantor yang cukup ekslusif dan mewah. Brayan duduk seraya menopang kepala dengan kedua tangannya. Pikirannya terus ricuh, batinnya bergemuruh. Rasanya seperti ia berdiri di antara dua arah jalan yang bersebrangan. Sulit sekali untuk memilih. Tapi ini bukan tentang jalan, ini tentang pilihan yang harus ia tentukan. Kayla sudah memberikannya dua opsi, tinggal ia yang memutuskan, akan ke mana hubungannya bersama Lisa akan ia bawa. Tetap menikahi Lisa, maka ia bisa bersama Kayla. Atau justru meninggalkan Lisa, maka ia juga kehilangan Kayla. "Pilihan macam apa ini? Kenapa aku harus berada di situasi seperti ini. Dan ... dan kenapa semua ini bisa terjadi?" Brayan kembali mengusap rambutnya, dari depan sampai ke belakang. Hingga kemudian suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. "Masuk," ucap Brayan. Ia sudah membenarkan posisi duduknya dan melihat ke arah pintu. "Permisi Pak, saya mau mengantar berkas laporan hasil meeting kita

Seketika, Key merasa ruang di dalam mobilnya menyusut. Udara terasa lebih panas meski pendingin sudah menyala. Hembusan napas Rava seperti belaian lembut di wajah Lisa. Ia pejamkan mata rapat-rapat. "Katakan, siapa kau sebenarnya?" tanya Rava, nyaris seperti bisikan di telinga Lisa. Key terkejut. Ia lalu membuka mata dan menatap wajah laki-laki itu. Tak sangka, jika Rava akan bertanya tentang siapa dirinya. Apa Rava sudah mulai mencurigainya? "A—apa maksudmu?" tanya Key terbata. "Jangan pura-pura tidak tahu. Aku dengar sendiri, kalau kau menyebut nama Kayla saat berbicara dengan Pak Brayan. Siapa kau sebenarnya. KATAKAN?!" teriak Rava. "A—aku Lisa. Memangnya siapa lagi? Apa kamu buta, ha? Sudah tidak punya mata? Kamu pikir aku punya kembaran?" Key masih terus bersandiwara. "Jika kau Lisa? Lantas, kenapa kau menyebut nama Kayla tadi? Siapa Kayla?" cerca Rava lagi. "Oh, itu nama panggilan kecilku. Selama ini kamu tidak tahu." Rava tertawa sinis. Tawa yang sebenarnya le

Rava diam sejenak. Kemudian mengambil rokok dari dalam saku celananya dan mulai membakarnya di depan Kayla. Menarik dalam-dalam tembakau gulung itu lalu menghembuskan ke arah langit yang tampak cerah. “Apa kau hendak memanfaatkan aku?” tanya Rava penasaran. “Tidak … tidak sama sekali. Mana mungkin aku memanfaatkan mu. Kau terlalu jauh berpikir,” Bibir Lisa tampak mengulas senyum. Rava pun kembali diam. Perlahan, ia mulai sedikit percaya dengan apa yang Kayla ucapkan. Oleh karena itu, sebelum ia menjawab pertanyaan Kayla, ia pun ingin tahu satu hal dari perempuan itu. “Baiklah, aku akan menjawab apakah aku setuju dengan permintaanmu atau tidak. Namun sebelum itu, ada satu hal yang ingin aku tahu dulu.” “Ok. Apa? Kau mau tahu apa lagi? Aku pasti akan beritahukan semuanya padamu, tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi,” jelas Key penuh keyakinan. Rava kembali menarik dalam-dalam cerutu ber-nikotin itu dan menghembuskannya asapnya ke arah samping. Lanjut membuang sisa batangnya y

Key diam. Terus melihat Rava dengan tatapan berbeda dari sebelumnya. Seperti ada hal baru yang ia temukan dari sosok yang baru saja ia kenali itu. Entah apa itu, Key sendiri tak tahu. "Ya ... aku hanya mau tahu saja, apa kau merindukan dia atau tidak. Siapa tahu aku bisa membawanya kembali padamu," jelas Key jujur. "Lalu, jika kau sudah berhasil membawanya kembali, bagaimana denganmu?" tanya Rava, yang tiba-tiba jadi peduli dengan kehadiran Kayla di hidupnya. "Yah ... aku tidak tahu. Mungkin saja aku kembali ke jasadku, dan kembali menjadi wanita yang sudah tiada lagi di dunia ini." "Heh." Rava tertawa pelan. Sebenarnya lebih kepada sarkasme semata. Sebab apa yang Kayla ucapkan bukan sesuatu yang patut ia syukuri apa lagi ia senangi. Well, mungkin dia memang baru mengenal Kayla, tapi sikap dan perhatian perempuan itu, serta cara ia berbicara kepada Rava, sangat berbeda dengan Lisa. "Kenapa kau tertawa?" tanya Key. Dahinya tampak sedikit mengernyit bingung. "Tidak ... aku

"Memilih?" tanya Brayan tak percaya. "Eum ...." Key mengangguk santai. "Hah?" Brayan membuang napas dan tersenyum miring. Sejenak, ia diam sembari terus berpikir. Benarkah ia harus membuat sebuah pilihan antara Kayla dan Lisa? Bagaimana bisa? "Bagaimana cara aku bisa memilih dua orang, dalam satu raga dan jiwa yang sama, Kayla?" tanyanya. "Mudah saja, Brayan. Kau tinggal memutuskan, mau aku tetap di tubuh Lisa? Atau Lisa kembali, tapi aku tidak pernah ada lagi?" tanya Key, yang justru semakin membuat Brayan kesal. "Kayla ...?" Brayan kembali diam. Cukup lama ia tatap wajah selingkuhannya itu, yang sudah selesai dengan makannya. Key meletakkan sendok. Suara benturannya pada piring memecah keheningan ruang makan yang sangat luas itu. Ruang makan yang dulu selalu menjadi tempat ia berkumpul bersama kedua orangtuanya. Yang kini hanya menjadi kenangan yang tak terlupakan. "Kau tidak bisa memilihnya?" tanya Key, masih dengan ekspresi wajah datar. "Tentu saja aku memilihmu,