“Abian, ada apa? Bicara saja di sini, Nak,” suara mama Reina terdengar cemas, memecah keheningan.Namun, Abian sama sekali tidak mengindahkan. Langkahnya pelan, berat, menghentak lantai marmer. Semakin dekat ia mendekati Reina, semakin kencang degup jantung perempuan itu, seperti hendak melompat keluar dari dadanya.“A—Abian, kamu pasti capek ya? Duduk dulu, biar aku ambilkan minum,” ucap Reina terbata, berusaha memecah ketegangan dengan nada lembut.Lelaki itu hanya mengangkat sudut bibirnya. Sebuah senyum tipis nan dingin, penuh teka-teki, lebih menyeramkan daripada amarah yang meledak. Ia berhenti tepat di hadapan Reina. Terlalu dekat, hingga napasnya saja membuat dada perempuan itu terasa sesak.“Minum bisa nanti,” suaranya rendah, namun tegas. “Sekarang, ada hal yang lebih penting.”Reina menoleh sekilas ke arah kedua orang tuanya. Tatapan mereka penuh tanya, namun ia tahu, tak ada yang bisa menghentikan Abia
 Terakhir Diperbarui : 2025-08-29
Terakhir Diperbarui : 2025-08-29