All Chapters of PUTRI YANG TERTUKAR: Chapter 231 - Chapter 240

Di Benteng Ravenmoore, salah satu kastil milik Kerajaan Ravensel, Elia kini menjalani hari-harinya sebagai seorang wanita bangsawan biasa. Tidak ada gaun mewah, tidak ada tiara yang berkilauan, tidak ada banyak pelayan wara wiri yang menyiapkan segala kebutuhan istimewanya sebagai seorang wanita terhormat bergelar ratu. Hanya Emma, dayang setianya yang selalu bersamanya, melayani segala kebutuhannya. Pun, dua orang pelayan senior yang khusus mengurus benteng–yang dibawa dari istana Ravensel.Penampilan Elia seperti kunarpa, mayat hidup. Wajahnya yang cantik tampak tak bersemangat. Pun, ia juga memilih banyak diam. Sungguh, ia masih belum bisa menerima hukuman pengasingan dari Raja Edric untuknya.Siang itu wanita bergaun biru muda sederhana tengah duduk di tepi ranjang. Ia tengah menyisir rambut panjangnya. Usai menyisir rambutnya, ia kembali diam. Tatapannya kosong. Namun pikirannya begitu berisik.Emma melangkah masuk ke dalam kamarnya sembari membawa nampan berisik hidangan makan

“Katakan yang jujur Ana!” Leon berkata dengan nada menekan. Bibir Ana gemetar. Namun ada sesuatu yang menahan dirinya untuk tidak mengadu!Raut wajah Ana langsung berubah santai. “Tidak Tuan. Beliau adalah guru yang disiplin.”Leon menarik sudut bibirnya. Melihat bagaimana Ana menyebut kata disiplin seperti tidak tulus. Ana pun melanjutkan perkataannya. Dalam hitungan detik, ia sudah mengganti topik. “Tuan, kenapa Anda memanggilnya Nenek tua. Tapi, emang dia nenek tua. Tapi kita tetap harus menghormati beliau sebagai guru, lo,”Leon mendesah pelan. Ia sudah tahu betul watak Rosaline. “Kalau dia mendidikmu terlalu keras, katakan padaku. Aku akan mengusirnya,”Mata Ana membulat mendengar perkataan Leon. Bisa-bisanya Leon mengatakan kalimat itu. “Tuan, aku harus segera pergi dari sini. Aku akan mengikuti kelas Madam Rosaline pagi ini.” Kalimatnya cepat. Napasnya pendek-pendek. Namun ketika Ana berbalik ingin pergi dari sana, tangan Leon menahannya. “Kau tidak akan pergi kemana-mana,”

Rosaline kemudian mengambil sebuah kitab dan mulai membacakannya di hadapan Ana. “Etiket Sosial dan Hierarki Istana adalah salah satu etiket tersulit yang harus dilewati oleh seorang wanita bangsawan khususnya calon istri pangeran. Ada beberapa hal yang perlu dipelajari.”Ana mengangguk pelan, meskipun ia mulai jenuh dengan pembahasan yang semacam itu, ia tetap menyimak perkataan wanita tua itu. Pada akhirnya, ia hanya bisa pasrah dan menyerahkan pada takdir saja. Ia sudah melewati banyak hal pelik dalam hidupnya. Ujian etiket mungkin lebih muda ketimbang ujian hidup yang ia jalani. Rosaline mengamati wajah Ana yang terlihat kurang bersemangat. “Saat itu … kau harus tahu siapa lawan bicaramu. Kapan kau harus menyapa bangsawan. Kau menyapa mereka berdasarkan gelar yang paling tinggi. Semua ada aturan hierarki. Dan, kau bisa pelajari dalam kitab ini–” lanjutnya menepuk jilid kitab yang sangat tebal di atas meja. Detik berikutnya, Rosaline mulai menjelaskan isi kitab itu.Sementara itu

Di ruangannya Rosaline duduk dengan tegang. Ke dua tangan berada di pangkuan saling menggenggam erat. Sementara itu di hadapannya, Leon duduk dengan wajah yang dingin dan sorot mata yang tak bisa ditebak.Keheningan turun, menyambangi dua orang yang sudah terpisah lama dan baru pertama kali duduk dalam jarak yang dekat.Ke duanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Ada kerinduan yang tertahan tetapi ada pula kekesalan yang tak bisa dihindari.Bagaimanapun, Rosaline berjasa dalam mengurus dirinya dan mendiang ibunya. Sisi lain, Leon tidak suka cara mengajar Rosaline yang kolot dan tidak beradaptasi dengan lingkungan baru saat itu.Rosaline berkata dengan tenang dan penuh wibawa. “Yang Mulia, Pangeran Leonhart, saya ingin meminta maaf atas apa yang terjadi beberapa waktu lalu. Saya hanya menjalankan tugas saya sebagai seorang guru profesional dalam mengajar etiket istana. Saya tidak bermaksud—”Leon menyelanya, suaranya dingin. Setiap kata yang disampaikan seolah menekan. “Aku dengar ka

Lady Celine angkat suara. Ia memang terkenal suka bergosip dan menyudutkan orang. “Ya Tuhan, betapa polos sekali jawaban Lady Ana! Bukankah warna putih itu tanda berkabung? Cckck!”Ana terdiam sesaat. Rosaline terus mengawasi gerak-gerik Ana. Tak lama kemudian, tawa kecil meletup di antara mereka meskipun ditahan. Tawa yang seolah merendahkan Ana karena ketidaktahuannya soal tata busana. Ana memilih diam, hatinya terasa panas. Namun Madam Rosaline berkata dengan suara yang lantang. “Setiap kerajaan memiliki simbol warna masing-masing, Lady Celine. Tidak ada yang salah dengan pilihan gaun Lady Ana. Warna putih adalah warna netral. Gaun dengan warna itu bisa dipakai kapanpun.”Lady Celine menarik sudut bibirnya. “Benar sekali Madam Rosaline. Kau memang tahu banyak karena kau memang ahlinya. Namun–” ia menjeda kalimatnya. Tatapannya tertumbuk pada wajah Ana. “Aku hanya tak habis pikir, seorang calon istri putra mahkota tidak tahu menahu simbol warna bangsawan Ravensel. Ah ya, Baginda R