Semua Bab Suami Berengsek, Istrimu Kini Hamil Anak Big Boss!: Bab 71 - Bab 80

Kedua kata itu keluar dari mulutnya, dan Shanaya sama sekali tidak terkejut.Dulu, saat dia hendak menikah dengan Adrian, orang ini juga bersikeras menentangnya.Mungkin karena dia memang terlahir di puncak, sehingga tidak memahami bahwa bagi orang seperti Shanaya, bisa menikah dengan Adrian kala itu sudah merupakan pencapaian terbaik dalam hidupnya.Dia juga tidak tahu bahwa perceraian bagi Shanaya bukanlah perkara sepele.Andai Adrian yang meminta cerai dan Shanaya tidak bersedia, Adrian punya seribu cara dan berbagai cara licik untuk mewujudkannya.Bahkan mungkin tanpa Shanaya sadari, cap di surat cerai sudah tertera.Akan tetapi, bagi Shanaya...Selama Keluarga Pranadipa tidak mengizinkan dan Adrian tidak setuju, dia akan terjebak seumur hidup dalam keluarga itu.Selama bertahun-tahun bersama Keluarga Wiraatmadja, Shanaya memahami satu hal paling dalam, yaitu betapa tidak berdayanya orang biasa di hadapan kekuasaan.Dia tidak ingin repot-repot menjelaskan apa pun. Sudut bibirnya te

Selain Shanaya, apakah masih ada wanita lain di sekelilingnya?Tubuh Adrian yang tinggi tegap tampak sedikit kaku. Kewaspadaan dalam dirinya membuat dia menghentikan gerakannya. Tatapannya menjadi suram, tetapi nada suaranya tetap datar. "Nama kecilmu, kamu lupa?""Ah?"Bianca sempat ragu sejenak, sorot matanya memancarkan kepanikan. Namun tak lama, dia memaksakan diri untuk tenang dan berkata, "Tidak lupa, hanya saja sudah lama tidak ada yang memanggilku begitu, jadi aku agak terlambat menyadarinya.""Benarkah?""Tentu saja benar."Jantungnya berdetak kencang, matanya mulai memerah. "Sejak orang tuaku meninggal… siapa lagi yang akan memanggilku begitu? Adrian, sudah dua puluh tahun… wajar saja kalau aku lupa, 'kan?"Dalam hitungan detik, air matanya jatuh. "Apa kamu meragukanku... hanya karena hal ini?""Mana mungkin? Jangan pikir yang bukan-bukan."Adrian menyingkirkan keraguan dari wajahnya, menyeka air mata di pipinya dengan lembut. "Sudah malam. Pergilah temani Verzio tidur."Meli

Suasana di dalam ruang makan langsung sunyi senyap, bahkan suara jarum jatuh pun mungkin terdengar.Shanaya jarang merasa canggung, tetapi ini adalah situasi kerja, dan Lucien adalah klien terbesar yang menangani proyek ini.Dia mengingatkan diri sendiri untuk memisahkan urusan pribadi dan profesional.Sesaat kemudian, dia menarik napas dalam-dalam, menata kembali ekspresinya. "Pak Lucien jangan bercanda," ujarnya pelan.Sambil melangkah masuk, dia menutup pintu ruang makan dengan satu tangan.Sisa kursi yang lain telah dibereskan oleh pelayan.Sedikit canggung, dia menengadah. Tatapannya langsung bertemu dengan sorot mata Lucien yang tenang dan santai.Jari-jarinya yang panjang mengetuk meja pelan. "Kelihatan jelas, kamu masih takut padaku."Shanaya diam sejenak, menelan rasa tidak nyamannya. Hening sesaat menyelimuti ruangan.Shanaya menahan dorongan untuk berbalik dan pergi. Dia memberanikan diri melangkah maju. "Pak Lucien, sepertinya reputasimu di Grup Wiraatmadja tidak terlalu ba

Masalah pribadi yang memalukan itu sekali lagi terbongkar di hadapannya.Bagaimanapun Shanaya mendengarnya, kalimat itu terdengar seperti ejekan.Tanpa pikir panjang, dia langsung membalas dengan nada menyerang, "Siapa bilang aku dan dia pisah rumah? Pak Lucien masih lajang, mungkin belum paham soal itu.""Kadang pindah tempat tinggal sementara juga bisa menambah kedekatan suami istri.""Oh, begitu?"Lucien meliriknya, tatapannya dingin menelusuri sikap Shanaya yang penuh duri. Bibirnya terangkat tipis, suaranya tetap tenang tetapi menggigit. "Lalu pasangan mana yang meningkatkan hubungan mereka dengan membawa sahabat perempuan ikut tinggal bersama?"Efek alkohol belum sepenuhnya hilang, membuat Shanaya lambat merespons. "Apa?""Barusan Delara menelepon."Lucien menjawab pertanyaannya dengan mudah, "Katanya, kenapa kamu belum pulang."Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Shanaya.Shanaya menggenggam telapak tangannya, menyadari tidak ada gunanya berpura-pura lagi.Akhirnya dia meng

Shanaya seolah tidak merasakan apa-apa. Dia hanya menatap kotak jarum perak di tangan Verzio, lalu berkata dingin, "Kembalikan padaku."Gurunya adalah pewaris teknik kuno delapan belas jarum, dan tradisinya hanya satu murid yang boleh mewarisinya setiap generasi.Sementara Shanaya di usia tiga belas tahun, telah dipilih langsung oleh Arman untuk mewarisi teknik itu.Bahkan Davin pun tidak pernah mempelajarinya.Kotak jarum perak itu adalah hadiah dari gurunya saat dia mulai belajar teknik tersebut.Bagi Shanaya, benda itu memiliki arti yang sangat istimewa."Aku tidak mau! Aku mau buat kamu makin marah!"Melihat Shanaya marah, Verzio malah semakin menjadi-jadi. Dia mengeluarkan semua jarum perak itu, melemparkannya ke lantai, lalu melompat turun dan menginjak-injaknya dengan ganas!Shanaya langsung menarik kerah bajunya. Wajahnya serius saat menyeret anak itu keluar dari ruang periksa. Dia mencubit pipinya yang bulat dan lembek, menatapnya dengan mata yang dingin."Kalau kamu berani ma