All Chapters of Istri yang Ternoda: Mengandung Benih Tuan Vancroft : Chapter 101 - Chapter 110

Malam itu ruang perawatan Aditya lengang. Hanya suara detak jam dinding dan mesin infus yang pelan berderak mengisi udara. Cahaya lampu tidur temaram jatuh di wajah Naira, membuat senyumnya terlihat lebih lembut. Jemarinya lincah menari di layar ponsel, lalu sesekali berhenti untuk mengusap perutnya dengan gerakan penuh sayang.“Daddy kangen katanya. Tanya… Dedek besok mau makan apa?” Setelah kembali mengusap perutnya, Naira mengetik kata ‘terserah’.Aditya, yang berbaring miring dengan wajah sedikit pucat, menatap istrinya dalam diam. Rasa sakit masih mendera tubuhnya membuat sulit untuk terlelap, tapi yang lebih menyiksa adalah rasa penasaran yang menggelayut pikiran kala menyaksikan ekspresi Naira.“Nai…” Aditya memanggil istrinya dengan suara serak. “Apa yang membuatmu tersenyum begitu bahagia… saat suamimu sendiri sedang terbaring tak berdaya?”Naira mengangkat wajah, terkejut sejenak dengan suaminya yang bersikap seolah sangat teraniaya. Mungkin selain dirinya sudah tidak sudi

Alex berdiri di rooftop apartemennya menatap matahari yang mulai meninggi. Cuaca cerah pagi ini berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang penuh kegamangan. Theo berdiri tegak di belakang Alex, wajahnya serius. “Jika Tuan Edward sendiri yang mengabarkan, berarti kedatangan Tuan Peter ke Jakarta punya maksud tersembunyi. Dan saya yakin, kedatangan Regina ke Semarang ada kaitannya dengan itu. Semua ini pasti bukan kebetulan, Tuan.” Alex terdiam pandangannya tajam menatap kosong ke arah depan. Hiruk pikuk suasana kota yang mulai menggeliat dengan berbagai aktifitas warganya. “Untuk urusan bisnis, aku bisa mengendalikan Om Peter,” ucap Alex datar, tapi tegas. “Dia hanya bisa menggertak dengan saham dan koneksi. Aku sudah punya jalan sendiri untuk menghadapi muslihat seperti ini.” Hening sejenak. Napas Alex terdengar panjang, berat dan penuh beban. “Tapi yang membuatku resah… adalah keselamatan Naira.” Theo mengernyit. “Anda khawatir Tuan Peter dan Bu Regina akan mengusik dia

Aditya terdiam sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Setelah menghela napas dalam-dalam dan merasa lebih tenang, Aditya kembali menatap istrinya dengan seulas senyum di bibirnya.“Tidak semua ingatanku hilang, Nai. Aku memang lupa banyak hal… tapi aku masih ingat kenangan indah kita berdua.” Aditya meraih tangan Naira, lalu menggenggamnya dengan erat. Dia ingin istrinya percaya dengan semua yang keluar dari mulutnya.Naira menahan napas, hatinya berdegup. Ada getir yang menyesak di dadanya, mengingat ucapan suaminya bukan sekadar ambisi, tapi juga rayuan yang bisa saja membuatnya luluh dan kehilangan arah.“Sebelum kecelakaan itu terjadi… aku dan bapak memiliki rencana besar. Waktu itu aku sedang memikirkan bagaimana caranya bisa mendapatkan tender dari V-Inno. Perusahaan global, reputasi dunia… kalau perusahaan kita berhasil mendapatkannya, itu akan jadi lompatan terbesar.”Retno yang sejak tadi mendengarkan dengan saksama percakapan itu tiba-tiba tersenyum lebar.

Ardi baru saja memasukkan ponselnya ke dalam saku usai menutup panggilan dengan salah satu pemasok material. Wajahnya tampak lega, masalah yang tadi sempat mengganjal sudah mendapat solusi. Ia melangkah ringan menuju ruang private tempat Naira dan Alex menunggu.Namun, baru saja Ardi membalikkan tubuhnya, Revan muncul dari arah berlawanan dengan senyum ramah. Salah satu orang kepercayaan Alex itu langsung menghampirinya dengan sikap yang sangat akrab.“Pak Ardi, ayo kita pesan makanan dulu. Dari tadi kita bicara serius, perut pasti sudah protes.”Ardi menoleh sekilas ke pintu ruang private, ragu. “Naira… dia sendirian di dalam.”Revan langsung menyambung, cepat dan meyakinkan. “Itu justru kesempatan baik, Pak. Nanti Tuan Alex bisa membicarakan teknis detail dengan Bu Naira, toh beliau yang pegang desain. Sementara kita pesan makanan. Lagi pula, kami tidak tahu selera Pak Ardi dan Bu Naira. Katanya kalau orang Semarang cenderung suka yang manis-manis.”Ardi mengernyit, tapi akhirnya me

Ponsel Alex tiba-tiba berdering, getarannya memecah detik yang terasa begitu panjang. Nama Revan muncul di layar. Dengan enggan, Alex perlahan melepaskan ciumannya dari bibir Naira. Ada jeda hampa di antara mereka, seolah udara pun menahan napas.Dengan gerakan lembut, Alex merapikan rambut Naira yang kusut karena ulahnya, juga merapikan kerah bajunya yang sedikit berantakan. Jemarinya menahan lebih lama dari seharusnya, seakan tak rela kehilangan momen intim itu.“Bersihkan air matamu,” ucap Alex lirih, nada suaranya penuh perintah tapi juga terselubung kehangatan. Naira buru-buru menunduk, mengusap wajahnya, berusaha kembali tenang.Alex melangkah menuju kursinya, meraih ponsel, lalu menekan tombol merah. Dia menolak panggilan yang hanya merupakan kode jika sebantar lagi Revan akan kembali bersama Ardi.Sandiwara dimulai.Alex harus kembali bersikap professional dan penuh wibawa. Dan pembicaraan dengan Naira hanya sebatas masalah desain interior kantornya saja.Tak lama, pintu ruan