Tanganku masih gemetar ketika Arga meremas selebaran itu. Ujung kertasnya basah oleh keringat, seolah benda tipis itu cukup untuk menjatuhkan dunia kami.Rumah baru yang seharusnya jadi tempat istirahat, kini terasa seperti panggung terbuka. Cat krem di dinding, pagar besi rendah, tirai putih yang bersih, semua seakan tidak berguna jika musuh sudah menandai teras dengan bunga kecil dan catatan dingin.Aku menelan ludah, suaraku tercekat. “Arga… ini bukan kebetulan. Ada orang yang tahu kita akan pindah, bahkan sebelum kita tiba.”Arga tidak langsung menjawab. Ia mengangkat pot magnolia mini itu tinggi-tinggi, meneliti bagian bawahnya. Tidak ada goresan, tidak ada tanda. Hanya pot plastik sederhana, tanahnya masih lembap. Tapi di situlah justru letak kejanggalannya, seperti hadiah manis dengan racun di dalamnya.“Masuk,” katanya padaku, suaranya datar. “Kunci pintu. Jangan biarkan siapa pun lihat kita panik.”Aku mengikuti, meski kakiku terasa berat. Begitu pintu tertutup, suasana rumah
Last Updated : 2025-10-01 Read more