Suamiku Bukan yang Kukira

Suamiku Bukan yang Kukira

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-09-23
Oleh:  SunshineBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
9Bab
19Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinta percaya ia menikah dengan lelaki sederhana bernama Arga—teknisi yang jujur, setia, dan penuh ketulusan. Tiga tahun hidup di rumah kontrakan membuatnya yakin cinta sejati tak butuh kemewahan. Namun perlahan, retakan muncul. Telepon rahasia, paket misterius berisi jam tangan berinisial A.M., hingga berkas laptop yang mengungkap identitas asli suaminya: Aditya Mahendra, pewaris keluarga bisnis raksasa. Kebohongan demi kebohongan memaksa Sinta mempertanyakan siapa sebenarnya pria di sisinya. Apalagi ketika nama Maya, mantan tunangan Arga, kembali muncul membawa ancaman. Arga terhimpit antara masa lalu dan cintanya pada Sinta, sementara Sinta terjebak antara bertahan atau pergi. Saat bayangan Mahendra Group dan Maya kian mendekat, satu pertanyaan menggantung: apakah cinta mampu bertahan di atas fondasi kebohongan?

Lihat lebih banyak

Bab 1

BAB 1 : Bisikan Di Dapur

Aku terbangun bukan karena mimpi buruk, melainkan suara berbisik dari dapur. Rumah kontrakan kami kecil, jadi setiap bunyi mudah merambat. Itu suara Arga.

“Iya, Pak. Saya ngerti. Tapi jangan bawa-bawa dia dulu. Saya belum siap.”

Aku tercekat. Dia? Siapa yang dimaksud? Dan siapa orang yang ia panggil “Pak”? Saat langkah kakinya kembali ke kamar, aku buru-buru memejamkan mata. Kasur tipis bergetar ketika ia rebah. Napasnya panjang, seperti seseorang yang baru saja menelan sesuatu yang pahit. Aku ingin bertanya, tetapi lidahku kelu. Malam berlalu dalam hening.

Pagi, aku menumis bawang merah di dapur mungil yang menyatu dengan ruang tamu. Bau harum bercampur minyak goreng mengisi ruangan. Dinding triplek bergetar tiap kali truk besar lewat di jalan utama. Begitulah rumah kami, sempit, bising, tapi hangat. Arga keluar dengan rambut basah. “Sayang, nasinya udah mateng?” tanyanya sambil tersenyum tipis, seolah malam tadi tak pernah ada. Aku pun pura-pura tak tahu.

Malamnya kami makan di depan televisi kecil yang suaranya lebih sering berdesis daripada jernih. Aku bercerita tentang murid les yang menang lomba puisi. Arga mendengarkan, mengangguk, tersenyum tipis. Ia memang pendengar yang baik, tapi kadang aku curiga ia terlalu pandai menyimpan isi kepalanya.

Belakangan, sesuatu makin terasa ganjil. Ia sering pulang larut malam, beralasan lembur atau panggilan servis. Matanya bukan sekadar letih, melainkan seperti menanggung rahasia. Kadang ia duduk di teras, menatap hujan dalam diam. Aku menepis rasa curiga, tapi benih itu terus tumbuh.

Dua minggu kemudian, sebuah paket datang. Kecil, rapi, tanpa nama pengirim. Arga menerimanya dengan gugup, lalu langsung membawanya ke kamar. Bukan kebiasaannya. Biasanya paket kami buka bersama di ruang tengah, sekadar bercanda soal barang kebutuhan rumah tangga. Kali ini tidak.

Saat ia mandi, aku tak tahan lagi. Kubuka laci tempat ia menyimpannya. Di dalamnya, sebuah jam tangan perak berkilau. Bukan jam murahan. Berat, dinginnya menusuk telapak tanganku. Di punggung jam itu terukir inisial: A.M.

Aku buru-buru mengembalikannya ke dalam laci, menutup kotaknya rapat-rapat seakan ingin menghapus apa yang baru kulihat. Tapi malam itu aku tidak bisa tidur. Gambar jam perak dengan inisial A.M. terus menari di kepalaku.

Untuk pertama kalinya sejak menikah, aku menangis dalam diam. Bukan karena jam itu mahal, melainkan karena benda kecil itu menyimbolkan sesuatu yang asing di antara kami. Aku teringat kata-katanya saat menolak cincin emas di hari pernikahan: “Bukan cincinnya yang penting, tapi niat dan kesetiaan.” Lalu kenapa kini ia menyembunyikan kemewahan yang tak pernah ia ceritakan padaku?

Air mataku turun tanpa suara, membawa rasa kecewa, takut, dan dikhianati sekaligus. Seolah seluruh fondasi rumah sederhana yang kami bangun perlahan retak di bawah telapak kakiku.

Aku teringat pertemuan pertama kami. Arga datang memperbaiki kipas anginku yang rusak. Baju lusuh, tangan berminyak, tapi senyumnya menenangkan. Ketulusan itu membuatku yakin ia tak akan membohongiku. Kami menikah tanpa pesta, tanpa resepsi, hanya dengan keyakinan bahwa kebersamaan bisa menggantikan segalanya.

Tapi kini, keyakinan itu terguncang. Rumah kontrakan kami masih berdiri, tetapi aku mulai melihat retaknya.

Keesokan paginya aku pura-pura masih tidur. Dari balik bantal, mataku mengintip. Arga bangun terburu-buru, mandi cepat, lalu berpakaian rapi. Tapi bukan kemeja lusuh pekerja servis. Ia mengenakan kemeja putih dan jas abu-abu. Aku hampir tak mengenalinya.

Ia membuka laci, mengenakan jam itu. Lama ia menatap dirinya di cermin. Bukan sekadar merapikan kerah. Tatapannya dalam, seperti mencari sosok lain di balik refleksi kaca.

“Maaf,” bisiknya lirih.

Satu kata. Ringan di bibir, berat di hatiku. Maaf untuk apa? Untuk siapa?

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
9 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status