Semua Bab Perceraianku, Awal Kebahagiaanku: Bab 11 - Bab 20

Vanessa tidak berani bertanya. Dia juga tidak ingin memikirkan hal tentang Jeremy. Dia hanya berharap kejadian malam itu tidak pernah terjadi.Sayangnya, Jeremy tiba-tiba menghubunginya. Di ujung telepon, suara Jeremy terdengar rendah dan bergetar dengan pesona. "Bu Vanessa, mengenai acara terakhir di rumah Keluarga Faraday, kita belum membicarakan soal bayaran. Apa kamu punya waktu besok malam?"Di sisi lain, setelah mendengar suara Jeremy, Vanessa merasa seolah-olah jantungnya berhenti sejenak. Tangannya yang memegang ponsel tanpa sadar menegang dan reaksi pertamanya adalah menolak.Vanessa berujar, "Nggak usah, Pak Jeremy. Sebenarnya, Alika yang membantuku dan aku juga cuma coba peruntungan. Kalau Alika senang, aku pun berhasil mempromosikan diri sedikit. Jadi, nggak perlu bayaran kok."Di sisi Jeremy langsung hening sejenak. Vanessa takut bahwa dia akan membahas kejadian canggung malam itu sehingga segera berpura-pura sibuk."Maaf, Pak Jeremy. Aku lagi ada urusan, jadi harus tutup

Vanessa memandang mobil Jeremy yang melaju pergi. Pikirannya kembali teringat pada senyuman penuh makna yang terukir di bibir pria itu barusan. Apakah dia sengaja melakukannya? Sudah pasti sengaja, 'kan? Apa maksudnya?Vanessa masih berdiri di tempat. Wajah cantiknya kini tidak lagi bisa menyembunyikan kerutan di dahi. Matanya yang jernih terlihat jelas penuh dengan rasa jengkel. Dia mengeluh, "Sungguh menyebalkan."Hanya di saat-saat seperti ini ketika tidak ada orang di sekitarnya, Vanessa baru merasa boleh mengeluh sedikit. Dia juga bukan orang yang selalu tampil anggun dan sempurna. Sesuatu yang sebenarnya sederhana, kenapa harus dibuat Jeremy menjadi rumit seperti ini? Apa yang sebenarnya pria itu inginkan?Pikiran yang bergejolak itu terhenti saat telepon dari Giselle masuk. Vanessa pun segera mengangkat telepon tersebut. Dia memberi tahu, "Ya, Giselle. Mama baru sampai rumah ...."Setelah menutup telepon anaknya, Vanessa pergi mandi. Begitu selesai, ketika dia keluar dan melihat

Vanessa merasa pahit di dalam hatinya, tetapi dia tidak berusaha untuk membela diri. Dia mengabaikan topik tersebut, lalu melanjutkan percakapan dengan mereka tentang hidangan yang dia buat hari ini, apakah mereka menyukainya, dan kemungkinan layanan memasak yang bisa ditawarkan olehnya di masa depan.Sementara itu di sisi anak-anak, terutama Giselle, mereka terlihat sangat senang. Banyak orang yang iri pada Giselle karena ibunya bukan hanya cantik, tetapi juga membuatkan banyak makanan lezat untuknya. Kebahagiaan itu adalah sesuatu yang tidak bisa didapatkan oleh banyak orang.Kebanyakan keluarga tamu memiliki pembantu. Setiap hari, makanan mereka selalu disiapkan oleh pembantu. Apalagi soal perhatian dan pendampingan, itu sangat jarang mereka dapatkan. Dalam hal ini, Giselle benar-benar membuat orang lain iri.Pesta berakhir pada sore hari. Setelah para tamu pulang, Alika adalah yang terakhir bersiap untuk pergi. Namun, dia merasa enggan sehingga langsung berbicara pada Giselle, "Gi

Segala persiapan sudah selesai. Giselle langsung menelepon Marvin untuk mengingatkan, "Pa, kapan kamu akan datang menjemput kami? Nantinya, kita naik mobil atau pesawat? Kalau naik pesawat, nanti konsernya selesainya malam, berarti kita harus tinggal semalam di Kota Lustar dong? Kalau begitu, aku harus izin satu hari sama guruku."Namun di pihak Marvin, sepertinya tidak ada rencana yang jelas. Dia hanya membalas, "Bebas, kamu saja yang putuskan."Giselle berpikir sejenak. Dia tidak ingin bolos sekolah sehingga berujar, "Kalau begitu, kita naik mobil saja. Papa bisa datang lebih awal. Setelah sampai di Kota Lustar, kita bisa jalan-jalan dulu. Mama bilang Kota Lustar punya pemandangan yang sangat indah, kita bisa sekalian lihat-lihat."Marvin menimpali, "Baiklah. Kalian tunggu aku. Aku akan berangkat sekarang."Setelah menutup telepon, Giselle langsung berkata, "Ma, Papa bilang dia akan segera berangkat.""Oke." Vanessa membawa koper kecil berisi baju ganti, meskipun sebenarnya mereka ti

Marvin berhenti memaksa dan memilih untuk pergi. Dia sudah menyalakan mobil dan hendak berkendara pergi ketika Isabel memanggilnya."Pak Marvin, ada beberapa urusan pekerjaan yang ingin aku laporkan. Apa Pak Marvin punya waktu?" tanya Isabel.Marvin mengangguk dan menyahut, "Tentu. Ikuti mobilku, kita cari tempat untuk bicara.""Baik," sahut Isabel. Dia segera masuk ke mobilnya sendiri dan berkendara mengikuti Marvin.Vanessa memperhatikan keduanya pergi. Matanya bersinar cerah dan benaknya memikirkan sesuatu.....Setelah pulang ke rumah, Vanessa memeriksa Giselle di kamarnya. Gadis kecil itu tengah serius mengerjakan pekerjaan rumahnya, bahkan tidak mendongak atau bereaksi sama sekali. Sepertinya suasana hatinya masih buruk.Vanessa bersandar di kusen pintu dan bertanya dengan nada lembut, "Mama mau pergi ke rumah Keluarga Faraday untuk membahas sesuatu dengan Pak Jeremy. Kamu mau bantu Mama tanya ke Alika apa Pak Jeremy ada di rumah?"Giselle baru mendongak, lalu membalas, "Mama, ak