Tubuh Ana limbung dan nyaris jatuh jika saja tanganya tidak bersandar pada pilar perusahaan. Begitu keluar dari ruangan Jeffreyan, raganya seperti kehilangan nyawa. Ia benar-benar tak berdaya, dan Jeffreyan sangat tahu cara menjatuhkannya lebih hancur lagi. Ana mengakui, Jeffreyan memang pebisnis sejati—bahkan di saat orang lain terpuruk, ia masih sempat memperhitungkan untung dan rugi diatas nyawa manusia. Demi Ayah, dirinya tidak boleh terlihat lemah. Ayo, pikirkan cara lain, Ana. Namun dunia tetaplah tempat paling tidak adil bagi siapa pun—termasuk Ana. Kata orang, jika satu pintu tertutup, masih ada ratusan pintu lain yang akan terbuka. Tapi bagi Ana, sebaliknya: ia hanya punya satu pintu yang terbuka dari ratusan pintu lain yang tertutup rapat. Tapi ini bukan soal pintu. Seolah belum cukup dengan penghinaan Jeffreyan, begitu sampai di ruang tempat ayahnya dirawat, seorang suster memanggilnya untuk menemui dokter yang menangani pengobatan sang ayah. Dokter menyampai
Terakhir Diperbarui : 2025-10-05 Baca selengkapnya