Masih di lobi hotel – beberapa menit kemudianLayar ponselnya masih menyala. Puluhan notifikasi dari Tama memenuhi layar: pesan teks, panggilan tak terjawab, dan bahkan satu pesan suara.Jeffreyan berdiri di dekat dinding kaca besar, menatap bayangannya sendiri yang tampak dingin dan berjarak di pantulan jendela. Jemarinya akhirnya bergerak — membuka pesan pertama. Tama Tuan, Ana drop lagi. Tekanan darahnya turun. Dokter bilang dia kelelahan dan harus dirawat.Jeffreyan menatap datar, tapi otot rahangnya menegang. Ia belum membalas.Pesan berikutnya masuk selang satu jam.Tama “Tuan, saya sudah urus administrasi rawat inapnya. Tapi keluarga Ana… mereka tidak kooperatif. Ibunya marah besar. Adiknya, Riski, kelihatan stres.”Lalu pesan ketiga, yang dikirim dini hari.Tama “Tuan, saya nggak tahu harus lapor ke siapa lagi. Ana pingsan di ruang tunggu. Dokter lagi tangani. Saya mohon, tolong kasih instruksi, Tuan.”Jeffreyan menutup mata sejenak. Kepalanya terasa berat.Dia sudah berja
Last Updated : 2025-10-23 Read more