“Lepas, atau saya teriak!” gertak Ana. Namun ancamannya hanya dibalas tawa keras dari kedua laki-laki itu.Mereka justru semakin mendekat, membuat Ana gemetar hebat. Dalam hati, ia berdoa lirih — memohon agar ada yang datang menolong.“Ini juga kita mau bikin kamu teriak,” salah satu dari mereka berkata dengan nada menjijikkan, “teriak keenakan.”Ucapan itu membuat Ana merinding. Ia mundur beberapa langkah, matanya gelisah mencari arah untuk kabur. Napasnya memburu, dadanya sesak. Dua laki-laki itu terus mendekat, tawa mereka membuat udara malam terasa semakin menekan.“Tolong…” bisik Ana hampir tanpa suara.Salah satu dari mereka mencoba menarik lengannya. Ana menepis sekuat tenaga, tapi jelas tenaga keduanya jauh lebih kuat. Dalam keputusasaan, ia berteriak sekencang mungkin, berharap ada yang mendengar.“Sttt… berisik amat. Di belakang ada gudang kosong, kita ke sana aja. Mau teriak sampai suara lo abis juga boleh,” kata si gondrong sambil tertawa.“Jangan mendekat! Atau saya telep
Last Updated : 2025-11-05 Read more