Ana membeku. Nafasnya tercekat di tenggorokan. Ia ingin bertanya apakah Jeffreyan serius, tapi tatapan pria itu tidak mengizinkannya bicara terlalu banyak. “Tapi—” “Shhh… cepat.” pungkas Jeffrey anak tidak ingin dibantah. Napasnya tak teratur. Dengan jari gemetar, Ana menyentuh lututnya sendiri, lalu pelan-pelan menarik naik ujung roknya ke atas. Di bawah meja, sembunyi-sembunyi, ia melepas kain tipis pelindung yang membuatnya merasa nyaman. CD tipis itu ditarik dengan hati-hati, lalu diselipkan di telapak tangan. Ia melirik kanan kiri—memastikan tidak ada pelayan, atau siapa saja yang kebetulan lewat. . “Bawa kemari,” perintah Jeffreyan sambil menyodorkan tangan. Dengan wajah memerah dan mata menghindar, Ana menyerahkannya. Tangannya sempat bersentuhan dengan jari Jeffreyan yang hangat. Pria itu mengambilnya dan menyelipkannya ke saku celana sambil tersenyum tipis, ia puas melihat wajah merah Ana. Sementara Jeffrey anak tersenyum puas, Ana justru menunduk lebih dalam. Ada pe
Terakhir Diperbarui : 2025-10-10 Baca selengkapnya