Rumah sakit malam itu sunyi. Lampu-lampu lorong memantul di lantai licin, sementara aroma antiseptik menyesakkan dada.Nayaka berdiri di depan ruang ICU, memandangi tubuh Lara yang terbaring dengan selang oksigen dan perban di sekujur tangan. Wajahnya pucat, tapi di balik itu, masih ada sisa-sisa kehidupan yang belum padam.“Dia baru sadar sebentar tadi,” kata dokter, “tapi masih lemah. Hanya bisa bicara sedikit. Kalau Bapak mau, bisa masuk sebentar.”Nayaka mengangguk, lalu melangkah perlahan.Begitu pintu tertutup, hanya suara mesin monitor jantung yang terdengar, berdetak pelan seperti detak waktu yang menunda semua kebenaran.“Lara…” suaranya nyaris berbisik.Kelopak mata wanita itu bergetar, lalu terbuka perlahan. Tatapan mereka bertemu—dua pasang mata yang pernah saling mengenal, kini terpisah oleh dinding waktu dan luka.“Nayaka…” suara itu parau, lemah, tapi masih mengandung sisa keberanian.“Jangan bicara dulu. Kamu perlu istirahat.”“Tidak. Aku harus bilang sekarang… sebelum
Last Updated : 2025-11-12 Read more