Todos os capítulos de Terjerat Cinta Mas Lurah: Capítulo 1 - Capítulo 10

Hujan gerimis yang sedari tadi mengguyur, membuat suasana desa terasa semakin dingin. Kinanti Malayeka mengeratkan jaket tebal yang ia kenakan. Gadis cantik itu duduk sendirian di teras sebuah warung yang sudah tutup. Wajahnya harap - harap cemas menanti jemputan yang sedari tadi tak kunjung tiba. Ponsel yang berada di genggamannya pun mati, hingga ia tak bisa menelfon pegawai Kelurahan yang katanya akan menjemputnya. "Ya Allah, sepi banget sih. Mana sudah sore gini, gak ada kendaraan yang lewat juga." Ujar Kinanti dengan cemas. Ia kembali menekan tombol daya di ponselnya, berharap ponsel itu akan menyala barang sebentar. "Huh! Mana power bank pake ketinggalan segala." Keluhnya dengan kesal. Angin yang bertiup kencang, membawa cipratan air masuk hingga mengenai wajahnya. Kinanti mengusap wajahnya yang basah segera merapikan kembali kerudungnya yang acakan - acakan tertiup angin. "Apa sepelosok itu, Desa Tirto Wangi ini? Nasib... nasib... Mudah - mudahan warga desanya bisa di

Udara pagi di desa benar - benar terasa segar. Kinan menghirup udara dalam - dalam, lalu menghembuskannya perlahan. "Waaah, emang mahal sih udara bersih kayak gini." Kata Kinan. "Seger ya, Bu Dokter?" Terdengar suara seorang pria yang menegurnya. Kinan celingukan mencari keberadaan sumber suara. Kejadian kemarin, cukup membuat Kinan parno dan suara yang barusan muncul tanpa ada orang yang terlihat, kembali membuat Kinan merinding. "Nyari kodok, Bu Dokter?" Tanya pria itu lagi, di sertai suara cekikikan. "Saya di sini, Bu Dokter." Kata si Pria sambil melambaikan tangannya. Pria itu bersandar di pagar rumahnya dan tertutup dahan pohon mangga, hingga tak nampak keberadaannya. "Astaghfirullah. Jangan bikin takut, dong, Mas." Gerutu Kinan sambil mengusap - usap dadanya. "Maaf, Bu Dokter." Jawab pria itu sambil tertawa. "Salam kenal, Bu Dokter, namaku Arbi. Anaknya Pak Harjo, adiknya Mas Aksa." Pria bernama Arbi itu memperkenalkan diri. "Oh, aku Kinanti. Salam kenal juga M

Setelah selesai dengan penyuluhan, di hari pertama itu Kinan di sibukkan dengan memeriksa daftar peralatan yang ada di Puskesmas. Ia memeriksa semua peralatan yang masih bisa di gunakan juga yang sudah tak bisa di gunakan lagi. Kinan juga mencatat peralatan penting yang belum ada di Puskesmas. "Bu Dokter gak siap - siap pulang?" Tanya Dona yang sudah menenteng tasnya. Raut wajahnya terlihat bingung saat melihat Kinan yang masih sibuk dengam laptopnya. "𝗠𝗯𝗮𝗸 𝗡𝗮, 𝗮𝘆𝗼 𝗺𝘂𝗹𝗶𝗵! (Mbak Na, ayo pulang!)." Seru Fitri yang dengan riang melangkah ke arah Dona. "Ssssttt!" Dona memberi kode pada Fitri sambil menunjuk ke arah ruangan Kinan. "𝗬𝗮𝗵, 𝗿𝗮 𝗶𝘀𝗼𝗵 𝗺𝘂𝗹𝗶𝗵 𝗶𝗸𝗶. (Yah, gak bisa pulang ini)." Bisik Fitri saat melihat Kinanti yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Ia bahkan tak menyadari kalau dua rekannya sedang berdiri di depan pintu ruangannya "𝗬𝗼 𝗽𝗶𝘆𝗲? 𝗼𝗽𝗼 𝗸𝗼𝘄𝗲 𝘁𝗲𝗴𝗲𝗹 𝗻𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹𝗸𝗲 𝗕𝘂 𝗗𝗼𝗸𝘁𝗲𝗿 𝗱𝗲𝘄𝗲𝗮𝗻?(Ya gimana? Apa kamu t

Kinan duduk dengan perasaan khawatir setelah Aksa pergi. Ia melihat sekelilingnya yang nampak sepi. Mereka memang harus melewati jalanan yang membelah area sawah untuk sampai di Puskesmas. Jalanan ini jugalah yang menjadi rute tercepat untuk dari rumah menuju ke Puskesmas dan Kantor Kelurahan. Samar - samar, Kinan melihat seorang wanita yang berjalan mendekat dengan membawa payung. Wanita muda yang sepertinya sebaya dengannya itu tersenyum ke arah Kinan lalu menghampirinya. "Assalamualaikum, Bu Dokter." Sapa si Wanita. "Waalaikumsalam. Hujan - hujan, mau kemana, Mbak?" Tanya Kinan dengan ramah. "Oh, saya mau ke rumah sodara di sana, dekat Kantor Kelurahan. Bu Dokter kok sendirian di sini? Ngapain?" Tanya si Wanita. "Iya, tadi saya berteduh sama Pak Lurah. Tapi Pak Lurahnya pergi bantuin warga desa benerin tanggul yang jebol." Jawab Kinan. "Bu Dokter mau saya temani?" Tawar si Wanita. "Kenalkan, nama saya Dewi. Saya salah satu penduduk Desa Tirto Wangi. Rumah saya di 𝙆𝙞

"Bu Dokter, di cari Pak Lurah." Kata Fitri yang menghampiri Dokter Kinan. "Tolong minta Pak Lurah buat tunggu sebentar ya, Fit. Aku selesaikan jahit luka pasien dulu." Kata Dokter Kinan tanpa mengalihkan fokus dari pekerjaan yang sedang ia lakukan. Sudah empat hari ia bekerja di Puskesmas Desa Tirto Wangi. Di hari keempat ini, ia di kejutkan dengan kedatangan pasien yang kakinya terluka cukup parah karena terkena serkel. Di bantu Dona, dengan cekatan Dokter Kinan menangani pasien yang merupakan warga desa sebelah. Tangan Dokter Kinan dengan terampil menjahit luka yang dalam dan cukup panjang itu. Total ada lima belas jahitan yang di dapatkan oleh si pasien. "Biar aku selesain, Dok. Dokter kan harus ke Dinas Kesehatan." Ujar Dona yang hanya perlu membungkus luka. "O.K. Makasih ya, Na. Nanti aku siapkan resep obatnya." Kata Kinan. "Sama - sama, Dok." Jawab Dona yang kemudian mengambil alih pekerjaan Dokter Kinan. Setelah mencuci tangan, Kinan segera menuliskan resep kemudia