LOGIN
Hujan gerimis yang sedari tadi mengguyur, membuat suasana desa terasa semakin dingin. Kinanti Malayeka mengeratkan jaket tebal yang ia kenakan. Gadis cantik itu duduk sendirian di teras sebuah warung yang sudah tutup.
Wajahnya harap - harap cemas menanti jemputan yang sedari tadi tak kunjung tiba. Ponsel yang berada di genggamannya pun mati, hingga ia tak bisa menelfon pegawai Kelurahan yang katanya akan menjemputnya. "Ya Allah, sepi banget sih. Mana sudah sore gini, gak ada kendaraan yang lewat juga." Ujar Kinanti dengan cemas. Ia kembali menekan tombol daya di ponselnya, berharap ponsel itu akan menyala barang sebentar. "Huh! Mana power bank pake ketinggalan segala." Keluhnya dengan kesal. Angin yang bertiup kencang, membawa cipratan air masuk hingga mengenai wajahnya. Kinanti mengusap wajahnya yang basah segera merapikan kembali kerudungnya yang acakan - acakan tertiup angin. "Apa sepelosok itu, Desa Tirto Wangi ini? Nasib... nasib... Mudah - mudahan warga desanya bisa di ajak kerja sama dan gak kolot - kolot banget." Kinanti kembali bermonolog. Kinanti adalah seorang Dokter muda yang baru di angkat menjadi seorang ASN. Ia lalu di tugaskan di Puskesmas Desa Tirto Wangi. Kinanti kembali mengingat cerita - cerita yang cukup menyeramkan tentang Desa Tirto Wangi dari beberapa rekannya. Entah benar atau hanya ingin menakuti, yang jelas cerita - cerita itu membuat bulu kuduk Kinanti tiba - tiba meremang. Duuuaaarrr!!! Suara petir yang sangat keras, di sertai gemuruh dan kilatan petir membuat Kinanti terjingkat. Ia memeluk lutut sambil menyembunyikan wajahnya di lututnya. "Astaghfirullah! Maaf, Mbah, aku cuma numpang nunggu jemputan. Aku gak berniat buruk kok, Mbah. Aku cuma menjalankan tugas di Desa saja." Ujar Kinanti dengan berulang - ulang tanpa berani mengangkat wajahnya. "Mbak... Mbak..." Seseorang menepuk pundak Kinanti. "Aaaaa... Astaghfirullah!" Seru Kinanti yang terkejut. Ia tak menyadari kedatangan pria yang kini ada di depannya. "𝗞𝘂𝗹𝗼 𝘁𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗲𝗻𝗼𝗺. 𝗨𝗱𝘂 𝗦𝗶𝗺𝗯𝗮𝗵 - 𝘀𝗶𝗺𝗯𝗮𝗵. (Aku masih muda. Bukan kakek - kakek.)" Ujar pria itu. "Ka - kamu manusia, kan?" Tanya Kinanti dengan suara bergetar. "Iya lah, Mbak, aku manusia. 𝗜𝗸𝗶 𝘀𝗶𝗸𝗶𝗹𝗸𝘂 𝗻𝗮𝗽𝗮𝗸. (Ini kakiku menapak.)" Jawab si pria sambil menunjuk ke arah kakinya. Tanpa di perintah, Kinanti pun ikut melihat ke arah kaki pria itu. "Alhamdulillah, ya Allah! Aku kira kamu hantu. Huhuhuhu, aku takut banget sendirian di sini, mana sudah mulai gelap dan hujan gak berhenti - berhenti." Cicit Kinanti yang tanpa sadar memeluk pria dengan tubuh proporsional di hadapannya. "Kalo aku hantu, gimana?" Celetuk si pria yang membuat Kinanti langsung mendongak, menatap ke arah wajah pria itu. "Kamu hantu?" Tanya Kinanti dengan polosnya hingga membuat pria itu tertawa. "Aku cuma bercanda kok, mana ada hantu yang bisa bawa mobil." Ujarnya sambil terkekeh geli melihat ekspresi wajah Kinanti. "Gak lucu ya! Aku beneran takut, tau." Omel Kinanti dengan suara bergetar. "Kamu Dokter Kinanti? Ayo, kita kembali ke Desa." Ajak si pria. "Ayo." Jawab Kinanti. "Mau aku gendong sekalian? Kalau di peluk terus seperti ini, nanti aku baper loh." Ledek si pria. "Eh iya, maaf." Ujar Kinanti yang kemudian melepaskan pelukannya. Pria itu kemudian mengambil dua koper milik Kinanti, sementara Kinanti meraih ranselnya. Tak lagi memeluk, namun Kinanti terus memegangi ujung kemeja pria yang menjemputnya. "Aku gak kemana - mana, Bu Dokter." Ujar si pria saat melihat tangan Kinanti yang terus memegang ujung kemejanya. "Iya aku tau. Aku yang takut di gondol." Jawab Kinanti sambil celingukan kesana dan kemari dengan was - was. Pria itu memasukkan koper Kinanti ke dalam mobil, Kinanti pun mengekor kemana pria itu berjalan dengan masih terus memegangi ujung kemeja si pria. "Silahkan masuk, Bu Dokter." Ujar si pria yang sudah membukakan pintu untuk Dokter cantik itu. "Terima kasih." Ucap Kinanti sambil mengangguk kikuk. Pria itu segera berlari memutar dan masuk ke dalam mobil setelah menutup pintu mobil tempat Kinanti duduk. Sepanjang perjalanan, keduanya tak banyak bicara. Si pria tampak fokua mengemudikan mobil SUV miliknya di jalanan tanah yang licin. Kinanti pun merasakan adrenalinnya kian memuncak saat beberapa kali mobil yang ia kendarai tergelincir. Mulutnya pun tak henti berkomat - kamit memanjatkan doa, memohon keselamatan pada Allah. "Maaf ya, Bu Dokter. Jalanan menuju ke Desa memang seperti ini. Masih jalanan tanah, belum banyak yang di aspal." Ujar si Pria. "Iya, gak apa - apa." Jawab Kinanti dengan gugup. Suasana kembali hening. Kinanti sesekali melirik ke arah pria yang duduk di sebelahnya. Ia masih berusaha meyakinkan diri kalau pria di sebelahnya ini benar - benar manusia. "Kenapa lihatin saya kayak gitu? Gak percaya kalo saya manusia?" Ledek si Pria yang sadar kalau Kinanti sedang menatapnya. "Eeeh, itu, anu..." Kinanti kehilangan kata - kata. "Kalau aku hantu, nyusulnya pake kereta kuda, bukan mobil." Ujar si Pria sambil terkekeh. "Ternyata Dokter ini penakut juga, ya." Imbuh si Pria yang meledek hingga membuat bibir Kinanti cemberutAksa melangkahkan kaki lebih cepat saat melihat orang - orang yang sedikit berkerumun di tempat terakhir ia bersama Kinan. Hatinya sedikit was - was dan berharap bukan kekasihnya yang menjadi sumber kerumunan. Namun, harapannya sirna kala tubuh tingginya menangkap keberadaan Kinan di tengah - tengah sana. Langkahnya pun kian lebar kala mendengar makian kasar seorang wanita. Aksa segera menerobos kerumunan itu dan langsung berdiri di samping Kinan. "Ada apa ini?" Tanya Aksa dengan suara tegas sambil menatap tajam ke arah pria dan wanita di hadapannya. Sementara Kinan langsung menoleh ke arah Pria yang berdiri di sampingnya. "Mas..." Lirih Kinan hampir tak terdengar. Gadis cantik itu langsung memeluk pinggang Aksa saat Aksa merengkuh tubuhnya ke dalam pelukan. "Iya, Mas disini, Sayang. Maaf ya, Mas agak lama." Ujar Aksa sambil mengusap - usap kepala belakang Kinan. "Ada apa, Dek? Kok ada dia di sini?" Tanya Aksa. "Gak tau, Mas. Dia tiba - tiba nyamperin aku." Jawab Kinan sambi
"Kinan..." Suara seseorang memanggilnya. Kinan pun secara refleks langsung menoleh saat mendengar namanya di panggil. Namun, ia terkejut saat melihat siapa yang sudah memanggilnya. "Faris..." Lirih Kinan hampir tanpa suara saat mendapati pria berbadan tegap itu sudah berdiri di dekatnya. "Kinan tunggu!" Faris menahan keranjang belanja Kinan saat gadis itu hendak pergi untuk menghindar. "Jangan mendekat, Faris!" Tegas Kinan dengan raut wajah sedikit panik. Tentu saja ia masih trauma dengan kejadian beberapa waktu lalu di Kantor Dinas Kesehatan. "Aku rindu kamu, Kinan. Allah menjawab doa ku, kita ketemu lagi di sini." Ujar Faris dengan wajah bahagia. "Sadar diri, Ris! Kamu sudah menikah dan aku gak ada urusan lagi sama kamu." Ujar Kinan dengan tegas. Kinan terus berusaha mengatasi rasa takutnya sembari berharap agar Aksa cepat kembali. "Awas, Ris. Aku mau pulang." Kata Kinan sambil berusaha menarik keranjang belanjanya yang di tahan Faris. "Kinan, ayo kita mengobrol dulu. Aku be
"Waah... Wahh... Mas, ini beneran bagus banget." Kata Kinan dengan takjub saat melihat taman bunga di hadapannya. Ratusan macam jenis bunga yang berwarna warni, tumbuh dengan indah di taman itu. Tak hanya itu, bunga - bunga itu di susun membentuk beraneka ragam bentuk seperti love, bintang, dan lainnya. Di sana juga ada sebuah terowongan yang di tutupi oleh bunga air mata pengantin. Pemandangan yang sangat indah itu, tentu tak mungkin di lewatkan begitu saja. Mereka berdua nampak mengambil beberapa foto berdua di taman bunga itu. "Mas nemu tempat kayak gini dari mana? Tapi kok sepi sih, Mas?" Tanya Kinan. "Sepi lah, Dek. Ini kan belum di buka untuk umum. Kebetulan Mas kenal dengan pengelola taman ini dan pernah lihat postingan dia." Jawab Aksa. "Jadi bakal di buka untuk umum?" Tanya Kinan. "Njih, Sayang. Makanya Mas buru - buru ajak kamu ke sini, sebelum rame pengunjung nantinya. Walaupun harus via orang dalam." Kekeh Aksa. "Whooaa, makasih ya, Mas. Effort banget sih, P
"Mau kemana, Mas?" Tanya Kinan pada pria di sebelahnya yang sedang mengemudikan mobil. "Kencan, Sayang. Kita kan gak pernah kencan." Jawab Aksa. "Ya maksudnya kemana gitu perginya?" Tanya Kinan. "Ke lokasi yang bagus. Kamu pasti suka nanti." Jawab Aksa. "Mas ini aku gak kebanting kan kalo jalan sama Mas?" Tanya Kinan yang sedikit insecure. "Enggak lah, Dek. Kebanting gimana? Kamu cantik gini, tanpa make up juga memang dasarnya cantik." Jawab Aksa. Memang benar apa yang di katakan Aksa kalau Kinan itu cantik walaupun tanpa make up atau riasan apapun di wajahnya. Wajahnya memang tak membosankan saat di pandang. "Ini jauh tempatnya, Mas?" Tanya Kinan yang nampak tak sabar. "Lima belas menit lagi, Dek." Jawab Aksa. "Mas..." "Dalem, Sayang." "Aku mau nanya sesuatu, boleh?" Tanya Kinan. "Boleh lah, Dek. Mau tanya apa memangnya?" Kata Aksa. "Bangunan yang lagi di bangun di sebelah Bengkel itu, punya Mas?" Tanya Kinan penasaran. "Njih, Sayang. In Syaa Allah itu nan
Kinanti mengamati hiruk pikuk kesibukan di Bengkel dan Toko. Hari week end, membuat Bengkel dan Toko menjadi lebih ramai. Seperti biasa, Aksa akan ikut turun tangan membantu di Toko jika sedang ramai pembeli seperti ini. Kinan sendiri hanya duduk sambil memantau kondisi Toko. Sesekali ia ikut membantu mengambil beberapa peralatan yang ada di dekatnya. "𝘞𝘪𝘩, 𝘯𝘨𝘨𝘰𝘸𝘰 𝘤𝘢𝘭𝘰𝘯 𝘣𝘰𝘫𝘰 𝘬𝘪, 𝘔𝘢𝘴. (Wih, bawa calom istri nih, Mas.)" Ujar salah satu pelanggan yanh biasa berbelanja di tokonya. "In Syaa Allah, Pak. 𝘗𝘢𝘳𝘦𝘯𝘨𝘪 𝘥𝘶𝘯𝘨𝘰𝘯𝘦 𝘮𝘢𝘸𝘰𝘯. (Berikan doanya saja.)" Jawab Aksa sambil terkekeh. "𝘕𝘫𝘦𝘯𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘯𝘵𝘶𝘯𝘨 𝘔𝘣𝘢𝘬, 𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘔𝘢𝘴 𝘈𝘬𝘴𝘢. 𝘊𝘢𝘩 𝘦 𝘳𝘢𝘫𝘪𝘯 𝘱𝘰𝘭, 𝘢𝘴𝘭𝘪. 𝘕𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘶 𝘯𝘥𝘶𝘸𝘦 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘸𝘦𝘥𝘰𝘬 𝘯𝘨𝘰𝘯𝘰, 𝘸𝘦𝘴 𝘵𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘬 𝘮𝘢𝘯𝘵𝘶 𝘔𝘢𝘴 𝘈𝘬𝘴𝘢 𝘪𝘬𝘪. (Kamu beruntung Mbak, dapet Mas Aksa. Anaknya rajin banget, beneran. Kalau aku punya anak perempuan gitu, sudah aku jadikan menantu Mas Aksa ini.)"
Aksa keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Ia mengeringkan rambutnya yang sedikit basah dengan menggunakan handuk hingga rambutnya nampak berantakan. Kinan memandangi Aksa yang nampak sepuluh kali lipat lebih tampan saat rambutnya basah dan berantakan seperti itu, menurut Kinan. "Kamu kenapa lihatin Mas kayak gitu? Bikin baper aja." Kekeh Aksa. "Terpesona sama pacar sendiri." Jawab Kinan yang juga ikut terkekeh. "Ada - ada aja kamu ini, Dek." Sahut Aksa yang mendadak salah tingkah. "Mas kenapa pake beliin baju aku segala? Mana lengkap lagi, kayak ngasih seserahan." Cicit Kinan. "Emang kamu udah siap di lamar, Dek. Ngomongin seserahan segala." Kekeh Aksa. "Ya belum sih, Mas. Sabar ya, nunggu Kak Raka Nikah dulu." Jawab Kinan yang ikut terkekeh. "Tenang aja, Mas sabar kok nungguin kamu." Jawab Aksa sambil tersenyum. "Sengaja, Mas minta tolong Ayu belikan baju di pasar untuk kamu ganti, Dek. Emang nyaman gak ganti baju gitu?" Ujar Aksa. "Nyaman, asal sama Ma







