Setelah selesai dengan penyuluhan, di hari pertama itu Kinan di sibukkan dengan memeriksa daftar peralatan yang ada di Puskesmas. Ia memeriksa semua peralatan yang masih bisa di gunakan juga yang sudah tak bisa di gunakan lagi. Kinan juga mencatat peralatan penting yang belum ada di Puskesmas.
"Bu Dokter gak siap - siap pulang?" Tanya Dona yang sudah menenteng tasnya. Raut wajahnya terlihat bingung saat melihat Kinan yang masih sibuk dengam laptopnya. "𝙈𝙗𝙖𝙠 𝙉𝙖, 𝙖𝙮𝙤 𝙢𝙪𝙡𝙞𝙝! (Mbak Na, ayo pulang!)." Seru Fitri yang dengan riang melangkah ke arah Dona. "Ssssttt!" Dona memberi kode pada Fitri sambil menunjuk ke arah ruangan Kinan. "𝙔𝙖𝙝, 𝙧𝙖 𝙞𝙨𝙤 𝙢𝙪𝙡𝙞𝙝 𝙞𝙠𝙞. (Yah, gak bisa pulang ini)." Bisik Fitri saat melihat Kinanti yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Ia bahkan tak menyadari kalau dua rekannya sedang berdiri di depan pintu ruangannya "𝙔𝙤 𝙥𝙞𝙮𝙚? 𝙊𝙥𝙤 𝙠𝙤𝙬𝙚 𝙩𝙚𝙜𝙚𝙡 𝙣𝙞𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡𝙠𝙚 𝘽𝙪 𝘿𝙤𝙠𝙩𝙚𝙧 𝙙𝙚𝙬𝙚𝙖𝙣? (Ya gimana? Apa kamu tega meninggalkan Bu Dokter sendirian?)" Bisik Dona. "𝙈𝙚𝙡𝙖𝙨 𝘽𝙪 𝘿𝙤𝙠𝙩𝙚𝙧 𝙩𝙤, 𝙣𝙖𝙠 𝙙𝙞 𝙩𝙞𝙣𝙜𝙜𝙖𝙡 𝙙𝙚𝙬𝙚𝙖𝙣. (Kasihan Bu Dokter to, kalo di tinggal sendirian.)" Jawab Fitri dengan lesu. "Loh, Fitri, Dona, ngapain di situ? Bukannya udah waktunya pulang?" Tanya Kinan yang baru tersadar dengan keberadaan dua rekannya. "Eh, he he he. Gak apa - apa, Bu Dokter, kita tungguin Bu Dokter aja." Jawab Dona. "Iya, Bu Dokter. Biar kita pulang bareng - bareng." Imbuh Fitri sambil cengar - cengir. "Eh, gak usah. Aku gak usah di tungguin gak apa - apa. Habis ini, aku masih ada zoom meeting. Kalian pulang duluan aja." Kata Kinan.. "Bu Dokter pulangnya gimana?" Tanya Dona. "Saya jalan kaki. Lagian juga deket kok, gak sampe setengah jam." Jawab Kinan sambil terkekeh. "Beneran, Bu Dokter gak apa - apa?" Tanya Fitri untuk meyakinkan. "Iya, gak apa - apa, aman. Lagi pula, saya juga sudah pegang kunci Puskesmas sendiri." Jawab Kinan. "Yasudah, kami pulang duluan ya, Bu Dokter. Jangan lupa chat atau telfon kami kalo butuh bantuan." Pesan Dona. "Iya, makasih, ya. Kalian hati - hati." Kata Kinan sambil tersenyum. "Iya, Bu Dokter juga hati - hati, ya. Assalamualaikum." Pamit Fitri. "Waalaikumsalam." Jawab Kinan yang terus menatap dua rekannya hingga mereka hilang di balik pintu. Kinan tersenyum. Memang baru sehari, namun ia cukup merasa nyaman dengan lingkungan Puskesmas. Terlebih lagi memiliki dua rekan yang sangat baik. Kinan merasa seperti memiliki dua adik perempuan di sini, karna usia Dona dan Fitri yang lebih muda darinya. Kinan memeriksa sekitar, memastikan semua jendela dan pintu belakang juga samping Puskesmas terkunci. Ia sengaja membiarkan pintu depan terbuka, barang kali ada warga yang hendak berobat. Dokter cantik itu kembali ke ruangannya ketika tiba waktunya untuk melakukan zoom meeting dengan beberapa kepala Puskesmas lain dan juga staf dari Dinas Kesehatan. *** "𝙋𝙖𝙠 𝙇𝙪𝙧𝙖𝙝, 𝙖𝙠𝙪 𝙢𝙪𝙡𝙞𝙝 𝙙𝙞𝙨𝙞𝙠𝙖𝙣, 𝙮𝙤. (Pak Lurah, aku pulang duluan, ya.)" Pamit Fajar. "𝙄𝙮𝙤, 𝙅𝙖𝙧. 𝘼𝙠𝙪 𝙮𝙤 𝙢𝙚𝙝 𝙢𝙪𝙡𝙞𝙝. (Iya, Jar. Aku juga sudah mau pulang.)" Jawab Aksa sambil membereskan barang - barangnya. Sudah biasa jika Aksa pulang paling akhir, bahkan sepertinya malah sudah menjadi kebiasaan jika ia menjadi orang yang terakhir keluar dari Kantor Kelurahan jika sedang tidak ada kegiatan di luar. "𝙋𝙖𝙠 𝙆𝙪𝙣, 𝙆𝙖𝙣𝙩𝙤𝙧 𝙬𝙚𝙨 𝙠𝙤𝙨𝙤𝙣𝙜. (Pak Kun, Kantor sudah kosong.)" Ujar Aksa pada penjaga Kantor Kelurahan yang tinggal di sebelah Kantor. "𝙊, 𝙞𝙮𝙤, 𝘽𝙤𝙨! 𝙉𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙧𝙚𝙣, 𝙢𝙪𝙡𝙞𝙝 𝙜𝙖𝙨𝙞𝙠? (O, iya, Bos! Tumben, pulang cepat?)" Tanya Pria paruh baya bernama Sikun. "𝙃𝙤𝙤𝙝, 𝙖𝙥𝙚 𝙣𝙮𝙖𝙣𝙩𝙖𝙞 𝙡𝙖𝙝 𝙙𝙞𝙣𝙤 𝙞𝙠𝙞. 𝙅𝙪𝙙𝙚𝙜 𝙗𝙚𝙣𝙙𝙞𝙣𝙤 𝙜𝙪𝙧 𝙢𝙚𝙜𝙖𝙬𝙚. (Hooh, mau bersantai lah hari ini. Jenuh setiap hari cuma kerja.)" Gurau Aksa yang membuat mereka berdua tertawa. "𝙆𝙪𝙬𝙞 𝙠𝙤𝙠 𝙣𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙧𝙚𝙣 𝙮𝙤, 𝘽𝙤𝙨, 𝙋𝙪𝙨𝙠𝙚𝙨𝙢𝙖𝙨 𝙪𝙧𝙪𝙣𝙜 𝙩𝙪𝙩𝙪𝙥. 𝘽𝙞𝙤𝙨𝙤𝙣𝙚 𝙡𝙝𝙤 𝙬𝙚𝙨 𝙧𝙖𝙥𝙚𝙩. (Itu kok tumben ya, Bos, Puskesmas belum tutup. Biasanya lho sudah rapet.)" Kata Pak Sikun sambil menunjuk Puskesmas dengan dagunya. "𝙄𝙮𝙤, 𝙤𝙥𝙤 𝙞𝙟𝙚𝙠 𝙚𝙣𝙚𝙠 𝙥𝙖𝙨𝙞𝙚𝙣? (Iya, apa masih ada pasien?)" Kata Aksa. "𝙏𝙖𝙥𝙞 𝙠𝙚𝙩𝙤𝙠 𝙚 𝙨𝙚𝙥𝙞 𝙠𝙞𝙝, 𝘽𝙤𝙨. (Tapi kelihatannha sepi nih, Bos.)" Sahut Pak Sikun. "𝙅𝙖𝙟𝙖𝙡 𝙩𝙖𝙠 𝙩𝙞𝙡𝙞𝙠𝙖𝙣𝙚. 𝙈𝙚𝙣𝙜𝙠𝙤 𝙚𝙣𝙚𝙠 𝙢𝙖𝙡𝙞𝙣𝙜, 𝙢𝙚𝙣𝙚𝙝. (Coba aku periksa. Nanti ada maling, lagi.)" Kata Aksa yang curiga. Ia menghidupkan motornya dan langsung menuju ke Puskesmas. "Assalamualaikum." Ucap Aksa ketika masuk ke dalam Puskesmas. Tak ada jawaban, namun ia bisa mendengar suara orang yang sedang bercakap - cakap karena kondisi Puskesmas yang cukup sunyi. Aksa pun masuk ke dalam dan langsung menuju ke sumber suara. Di dalam sana, Aksa melihat Kinan yang sedang menghadap laptop sambil menyampaikan sesuatu. Aksa kemudian memeriksa Puskesmas yang ternyata kosong, hanya ada Kinan sendiri di ruangannya. Ia pun mengurungkan niat untuk pulang dan duduk di bangku yang ada di teras Puskesmas. Tentu saja ia tak akan membiarkan warga barunya sendirian di sore hari seperti ini. "Loh! P-Pak Lurah kok di sini? Kan Kantornya di depan." Kinan terkejut saat hendak keluar dari Puskesmas dan mendapati Aksa yang sedang duduk di bangku sambil memainkan ponselnya."Kinan ini biasanya gak betahan tinggal jauh dari keluarga, apa lagi dari Mama dan Papa. Tapi kata Mama, kok tumben sekali Kinan gak ngerengek minta di temani. Padahal sebelum berangkat sudah bilang, kalau gak betah, minta di temani dulu sama Mama dan Papa beberapa hari." Cerita Kak Ridho. "Ternyata, karna ada yang bisa bikin betah." Imbuh Mbak Ina sambil terkekeh. "Mama sama Papa kok gak ikut, Kak?" Tanya Aksa. "Mama sama Papa harus dateng ke acara pernikahan Sepupu kami. In syaa Allah, lain waktu berkunjung ke sini sama Raka juga. Raka ini kebetulan lagi ada tugas juga di luar Pulau." Jawab Kak Ridho. "Gimana ceritanya kok udah jadi aja, baru satu minggu loh, Dek." Goda Mbak Ina. "Gak sengaja, Mbak." Jawab Kinan. "Mana ada orang pacaran gak sengaja?" Tanya Kak Ridho. Kinan pun menceritakan awal mula mereka dekat hingga pertemuannya dengan Faris yang justru membuat mereka berdua berpacaran. "Orang itu masih gangguin kamu, Dek?" Tanya Kak Ridho dengan wajah khawatir.
"Mas mau kerumah Nduk Kinan?" Tanya Bu Sari. "𝙉𝙟𝙞𝙝, 𝘽𝙪. 𝙒𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣 𝙣𝙤𝙥𝙤? (Iya, Bu. Ada apa?)" Tanya Aksa. "𝙄𝙠𝙞, 𝙙𝙞 𝙜𝙤𝙬𝙤 𝙥𝙞𝙨𝙖𝙣. 𝙈𝙖𝙪 𝙜𝙚𝙣𝙙𝙪𝙠 𝙚 𝙣𝙜𝙤𝙢𝙤𝙣𝙜 𝙣𝙖𝙠 𝙆𝙖𝙠𝙖𝙣𝙜𝙚 𝙖𝙧𝙚𝙥 𝙩𝙚𝙠𝙤, 𝙣𝙜𝙤𝙣𝙤. (Ini, di bawa sekalian. Tadi Kinan bilang kalau Kakaknya maundatang, gitu.)" Kata Bu Sari yang memberikan tiga toples berisi keripik pisang, keripik sukun dan peyek kacang. "𝙉𝙟𝙞𝙝, 𝙨𝙚𝙠𝙚𝙙𝙖𝙥 𝙢𝙚𝙡𝙞𝙝 𝙙𝙪𝙜𝙞. (Iya, sebentar lagi sampai.)" Jawab Aksa. "𝙔𝙤𝙬𝙚𝙨 𝙜𝙚𝙠 𝙙𝙞 𝙜𝙤𝙬𝙤 𝙢𝙚𝙧𝙤𝙣𝙤.(Yasudah cepat di bawa kesana.)" Kata Bu Sari. "Buk, aku mau ngomong sebentar." Kata Aksa. "𝙊𝙥𝙤, 𝙈𝙖𝙨? 𝘼𝙧𝙚𝙥 𝙣𝙜𝙤𝙢𝙤𝙣𝙜 𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙤𝙬𝙚 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙖𝙧𝙤 𝙉𝙙𝙪𝙠 𝙆𝙞𝙣𝙖𝙣? 𝙒𝙚𝙨, 𝙄𝙗𝙪 𝙬𝙚𝙨 𝙬𝙚𝙧𝙪𝙝. (Apa, Mas? Mau bilang kalau kamu pacaran sama Kinan? Sudah, Ibu sudah tau.)" Jawab Bu Sari. "Ibu tau dari mana?" Tanya Aksa. "𝙎𝙞𝙢𝙗𝙖𝙝 - 𝙨𝙞𝙢𝙗𝙖𝙝 𝙗𝙪𝙙𝙚𝙜 𝙮𝙤 𝙬𝙚𝙧𝙪𝙝 𝙣𝙖𝙠 𝙠𝙤𝙬𝙚 𝙬𝙤𝙣?
Hari minggu pagi, cuaca begitu cerah. Kinan sedang menyapu halaman rumah sambil menikmati udara sejuk yang terasa begitu bersih. Beberapa warga yang lewat, menyapa ramah Dokter cantik itu. "Assalamualaikum, Bu Dokter." Seorang anak kira - kira berusia sepuluh tahun menghampirinya. "Waalaikumsalam. Ada apa, Anak Pintar?" Tanya Kinan sambil tersenyum ramah. "Ini, di suruh Ibu antar jagung dan kacang rebus untuk Bu Dokter." Jawab si anak. "Maa Syaa Allah. Terima kasih, Bu Dokter terima ya. Tolong sampaikan terima kasih untuk Ibu, ya." Kata Kinan yang kemudian mengambil alih besek berisi jagung dan muntul yang masih mengepulkan asap. "Iya, Bu Dokter. Saya pulang dulu, Bu Dokter. Assalamualaikum." Pamit si anak. "Hati - hati, ya. Waalaikumsalam." Kata Kinan. Kinan kemudian meletakkan makanan itu di atas meja yang ada di teras, kemudian melanjutkan pekerjaannya menyapu halaman yang sedikit lagi selesai. "Rajin banget, Dek. Sekalian halaman rumah Mas, sini." Gurau Aksa yang m
"Assalamualaikum." Ucap Aksa yang menghampiri rumah Kinan pagi itu. Seperti hari - hari sebelumnya, Aksa menghampiri Kinan untuk berangkat bersama. "Waalaikumsalam." Jawab Kinan sambil membukakan pintu. "Sudah siap?" Tanya Aksa. "Sudah, M-Mas Aksa mau masuk dulu?" Tanya Kinan yang sampai tergagap karena gugup. "Gak usah, nanti kesiangan. Kamu kenapa kok gugup gitu, Dek? Mas gak gigit lho." Tanya Aksa sambil terkekeh. Ia terlihat lebih santai di banding Kinan. "Eh, enggak kok, gak apa - apa. Aku kunci pintu dulu." Kata Kinan sambil mengunci pintu rumahnya. "Eeaaa. Pegangan lho, Mbak Kinan. Biar gak jatuh." Goda Arbi yang mengintip dari pagar rumahnya. "𝙊𝙧𝙖 𝙪𝙨𝙖𝙝 𝙧𝙚𝙨𝙚𝙝, 𝘽𝙞. 𝙄𝙨𝙚𝙝 𝙞𝙨𝙪𝙠 𝙞𝙠𝙞. (Gak usah jahil, Bi. Masih pagi ini.)" Sahut Aksa. "𝙈𝙪𝙣𝙜 𝙣𝙜𝙖𝙣𝙙𝙖𝙣𝙞 𝙈𝙗𝙖𝙠 𝙆𝙞𝙣𝙖𝙣 𝙡𝙝𝙤, 𝙈𝙖𝙨. 𝙆𝙤𝙣 𝙜𝙤𝙣𝙙𝙚𝙡𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙣 𝙧𝙖 𝙩𝙞𝙗𝙤. (Cuma bilangin Mbak Kinan lho, Mas. Suruh pegangan biar gak jatuh.)" Jawab Arbi sambil terkekeh. "Peg
Kinan terdiam saat mendengar kata - kata Aksa yang seperti meledeknya karena tadi ia mengatakan pada Faris kalau Aksa adalah pacarnya. "Maaf, Pak-" "Memangnya ada, orang yang memanggil pacarnya, Pak?" Aksa memotong ucapan Kinan hingga membuat gadis itu terperangah. Aksa kemudian membawa Kinanti duduk di sebuah bangku yang ada di lorong itu. "Ada yang luka?" Tanya Aksa dengan lembut sambil memperhatikan kedua tangan Kinan. "Gak ada kok, Pak. Cuma ini aja." Jawab Kinan dengan jantung yang berdebar kencang sambil melihat pergelangan tangannya yang merah karena cengkraman Faris. "Orang itu, salah satu staf di sini, kan?" Tanya Aksa yang di jawab anggukan pelan oleh Kinan. "Kalo gitu, jangan pernah kesini sendirian." Kata Aksa. "Terima kasih ya, Pak, karna Pak Aksa nolongin aku." Lirih Kinan. "Namanya juga pacar, pasti harus menjaga pacarnya, kan?" Kata Aksa yang membuat Kinan menatap lurus ke arahnya. "Pak Aksa, itu tadi-" "Gak apa - apa kalo kamu bilang aku ini paca
Aksa ternyata selesai lebih cepat dari pada Kinan. Pria gagah itu langsung menuju ke Kantor Dinas Kesehatan setelah menyelesaikan urusannya. Sesampainya di sana, suasana masih sepi. Aksa kemudian meraih ponselnya dan mencari kontak Kinan di sana. Begitu menemukan kontak milik Kinan, ia segera mendialnya. "Assalamualaikum." Ucap Aksa ketika Kinan mengangkat panggilannya. "Waalaikumsalam. Mas Aksa dimana?" Tanya Kinan dengan suara bergetar. Nafas gadis itu pun sedikit memburu. Aksa terdiam, tak langsung menjawab karena sedikit terkejut sebab Kinan memanggilnya dengan panggilan yang berbeda. Namun, ia tetap memperhatikan suara Kinan dan suara - suara di sekitar Kinan melalui telfon. Sementara itu beberapa menit sebelumnya... "Kinanti!" Seorang pria menarik tangan Kinan begitu Dokter cantik itu lengah. "Astaghfirullah! Lepas, Ris... Lepas!" Seru Kinan yang meronta - ronta berusaha melepaskan cengkraman Faris di tangannya.Sementara itu Faris bergeming, ia terus menyeret Kinan m