“Kenapa teleponku kemarin nggak diangkat?” Arvin langsung menghadang Gista saat wanita itu tiba di kantor.“Aku menunggumu di restoran selama tiga jam,” imbuh Arvin lagi.Gista santai meletakkan tas di atas meja. Tatapannya dingin. “Aku nggak pegang hape terus-terusan, Kak. Lagian semalam ada acara di rumah teman yang aku inapi. Aku udah numpang hidup di sana. Nggak enak kalau aku main pergi gitu aja.”“Jadi, kamu lebih mentingin orang lain ketimbang pacarmu sendiri?” desis Arvin.Gista mengangkat alis. Suaranya dingin. “Secara teknis, mereka sudah kuanggap keluarga sendiri. Mereka ada saat aku butuhkan, jauh sebelum kita kenal kayak sekarang.” Pandangan wanita itu tak gentar menatap Arvin. “Jadi, di sini siapa yang orang lain sebenarnya?”Arvin tercengang, tetapi beberapa detik kemudian segera berubah sikap. “Gista, maafkan aku. Aku … aku cuma takut kehilangan kamu.”“Kenapa harus takut kehilang, jika belum tentu memiliki?”Kening Arvin berkerut mendengar perkataan Gista. Dia ingin
Terakhir Diperbarui : 2025-10-22 Baca selengkapnya