“Aku hamil!” Kalimat itu masih terngiang di telinga Meira meski Clarissa dan Hastan sudah melangkah masuk ke ruang CEO. Pintu menutup pelan di belakang mereka, meninggalkan Meira sendirian di meja kerjanya. Jari-jarinya yang semula lincah di atas keyboard kini berhenti. Bunyi ketikan lenyap. Hanya suara AC yang menderu pelan, bersanding dengan detak jam dinding yang tiba-tiba terdengar begitu jelas, begitu menusuk. Tatapannya kosong menempel pada layar komputer, namun pikirannya berlari liar tanpa arah. Clarissa… mantan istrinya. Dan sekarang… hamil? Perut Meira terasa seperti diremas. Entah kenapa, dadanya mendadak sesak, napasnya pendek, tenggorokannya kering. Ada perasaan asing yang menusuk—cemburu, takut, marah, sekaligus kecewa. Padahal, sejak awal ia sadar betul hubungan mereka bukanlah hubungan normal. Tidak ada status, tidak ada janji. Yang ada hanya keterikatan yang gelap, rumit, dan memusingkan. Tetapi mendengar nama itu, Clarissa, dan kabar itu, hamil—Meira merasa
Last Updated : 2025-09-08 Read more