Malam itu menutup rumah dengan selimut gelap yang pekat. Lampu minyak yang sebelumnya redup kini padam sama sekali, meninggalkan ruangan dalam kegelapan total. Airin dan Arlan berdiri di ruang tengah, tubuh mereka melemah karena rasa kehilangan Inayah, tetapi pikiran mereka dipenuhi ketakutan baru—mata merah itu bisa muncul kapan saja.“Kau yakin… dia tidak akan kembali?” bisik Airin, suaranya gemetar.“Aku tidak tahu,” jawab Arlan, menelan ludah. “Tapi aku bisa merasakan… rumah ini… hidup. Dan kita bukan lagi tamu, Rin. Kita… target.”Udara bergetar, dan perlahan, dari celah langit-langit, muncul titik merah. Pertama kecil, seperti bara api, kemudian perlahan membesar menjadi mata yang sepenuhnya menatap mereka, penuh kebencian dan dendam. Tubuhnya tak terlihat, tapi aura panas dan dingin bercampur menjadi rasa takut yang menusuk tulang.Bayangan bergerak di dinding, menciptakan bentuk samar Inayah yang melayang, tersenyum getir tapi tanpa suara. “Ini… dia… bukan Inayah lagi, Arlan…
Terakhir Diperbarui : 2025-10-10 Baca selengkapnya