Hujan berhenti di pagi yang muram. Langit tampak kelabu, seolah turut berkabung. Di pemakaman kecil di pinggir kota, tiga gundukan tanah baru berdiri berjejer:Ibu Arlan, Ibu Airin, dan Inayah.Tiga perempuan yang selama ini menjadi pusat dari segala luka, rahasia, dan cinta yang tak pernah selesai.Airin berdiri di antara pusara itu, memegang setangkai bunga melati. Jemarinya gemetar, bukan karena dingin, melainkan karena perasaan yang sulit dijelaskan—sebuah campuran kehilangan, penyesalan, dan kelegaan yang pahit.Arlan berdiri di belakangnya, diam, wajahnya pucat, matanya merah. Sejak malam itu, sejak Inayah menghembuskan napas terakhir di pelukannya, tak ada satu pun kata keluar dari bibirnya.Yang tersisa hanyalah diam yang panjang, dan rasa bersalah yang berat.Reza berdiri agak jauh, menunduk, memberi ruang bagi dua orang yang kini harus memikul beban cinta dan dosa dua generasi sebelumnya.Hening yang Tak Menemukan KataAirin meletakkan melati di atas makam Inayah. “Kau sela
Last Updated : 2025-10-10 Read more