Malam itu udara dingin menusuk, lebih dingin dari biasanya. Angin merayap dari celah jendela, membawa aroma tanah basah sisa hujan sore. Airin duduk di ujung ranjang, berselimut tipis, memeluk dirinya sendiri. Di sebelahnya, Arlan berbaring membelakangi, seolah dunia Airin tak pernah ada. Lampu kamar redup, hanya meninggalkan bayangan buram di dinding yang bergetar pelan tertiup angin.Hening terasa menyesakkan.Airin membuka mulut, ingin bicara, tapi kata-kata membeku di tenggorokan. Cinta yang dulu ia kira hangat kini bagai es, menusuk, mati rasa. Hatinya penuh luka, tapi bibirnya kelu.“Arlan…” suaranya akhirnya keluar, lirih.Arlan bergeming, seolah tak mendengar.“Arlan…” kali ini lebih jelas, ada getar yang ditahan.Arlan menarik napas panjang, lalu menjawab tanpa menoleh.“Ada apa lagi, Rin?”Nada suaminya datar, dingin, bahkan tak menyisakan ruang untuk sekadar kehangatan.Airin terdiam beberapa deti
Last Updated : 2025-09-25 Read more