Suara guntur menggelegar, mengguncang malam yang sudah penuh luka. Hujan deras masih jatuh tanpa henti, menambah dramatis suasana di ruang tamu itu. Airin terhenti di depan pintu, tubuhnya kaku. Arlan membeku dengan wajah pucat. Inayah gemetar, kepalanya menunduk dalam-dalam. Dan di ambang pintu, berdirilah ibu mertua. Sosok wanita yang selama ini tampak tegar, penuh wibawa, kini hadir dengan tatapan membara. Rambutnya sedikit berantakan, kain jaritnya basah oleh hujan, namun sorot matanya jauh lebih menakutkan daripada petir di langit. “Aku sudah dengar semuanya,” ucapnya lantang, suaranya bergetar menahan amarah. Keheningan mencekam memenuhi ruangan. Airin menelan ludah, tubuhnya gemetar. “Bu…” hanya itu yang keluar dari bibirnya. Arlan maju setengah langkah. “Ibu, aku bisa jelaskan—” “Diam, Arlan!” bentak ibunya, suara tajam bagaikan cambuk. “Cukup sudah kau mempermalukan rumah ini dengan sikapmu!” Arlan terdiam, tubuhnya kaku. Matanya menunduk, tak sanggup menatap ibu
Last Updated : 2025-10-07 Read more