Pagi itu, sisa hujan masih menempel di dedaunan. Udara lembap merayap masuk lewat celah jendela kamar, membuat sekujur tubuh Airin menggigil meski matahari sudah muncul malu-malu di balik awan kelabu. Ia duduk di atas sajadah, lututnya terlipat, kedua telapak tangannya terangkat. Bibirnya bergerak pelan, tapi setiap kata terasa tersangkut di tenggorokan.Sejak semalaman, ia mencoba berdoa. Memohon kekuatan, memohon keikhlasan, memohon jalan keluar. Tapi doa itu tak pernah sampai ke ujung kalimat. Lidahnya kelu, hatinya tercekat.“Ya Allah…” suaranya bergetar, hanya mampu berbisik lirih. “Ampuni aku yang tidak bisa mendoakan saudaraku dengan tulus. Lidahku kaku, hatiku luka. Apa aku ini hamba yang buruk, Ya Rabb?”Air matanya jatuh satu per satu, membasahi sajadah. Tangannya tetap terangkat, tapi suaranya lenyap ditelan isakan. Ia merasa aneh—bagaimana mungkin seorang adik mendoakan kakaknya dengan rasa benci? Bagaimana mungkin ia mengucapkan nama Inayah di
Last Updated : 2025-10-04 Read more