Pagi itu, kabut masih menyelimuti pelataran Istana Timur ketika Yue Er melangkah keluar membawa nampan teh untuk Lin Qian. Di kejauhan, suara burung merpati terdengar samar. Semuanya tampak biasa, tenang, bahkan terlalu tenang sampai bayangan panjang jatuh di ujung koridor.Seseorang berdiri di sana. Jubah biru tua bertahan sutra yang menandakan status bangsawan kaya raya, bergoyang ringan tertiup angin. Yue Er tertegun sesaat, jantungnya berdegup tak menentu.Huang Ziyan.Putra bangsawan Huang yang dikenal berlidah tajam dan mata setajam pedang itu menatapnya tanpa senyum, seolah sedang menilai seluruh niat di balik gerak tubuhnya. Rambutnya masih sedikit berantakan, mungkin baru kembali dari perjalanan dinas luar kota.“Dayang muda, atau calon kepala dayang berikutnya?” ucapnya datar. “Sekarang kau melayani Tabib Lin rupanya.”Nada suaranya tidak keras, tapi cukup untuk membuat Yue Er menunduk cepat, menyembunyikan ekspresi gugup. “Selamat kembali ke istana, Tuan Huang. Saya hanya
Last Updated : 2025-11-09 Read more