Setelah mengangkatnya, Susan berpura-pura menyapa dengan tenang, "Ada urusan apa, Pak Ryan?"Suara Ryan tetap dalam dan lembut seperti biasanya. Mungkin karena dia akan mengumumkan pertunangannya hari ini, jadi nada bicaranya yang biasanya datar itu terdengar agak gembira. Suaranya ibarat alunan cello yang indah dan lembut."Kakek bilang kalau kamu nggak mau hadir?"Susan perlahan duduk tegak. "Kenapa?"Ryan berkata dengan suara berat, "Kamu harus hadir."Sekalipun Susan ingin hadir, nada bicara Ryan yang kasar membuatnya jadi merasa kesal."Kamu di mana? Biar kujemput.""Di kontrakan," jawab Susan.Sebelum Ryan menutup telepon, dia berkata, "Sekitar setengah jam lagi aku akan sampai sana. Kamu jangan ke mana-mana."Susan menutup telepon dan Wirda memijat bahu putrinya."Ingat, pokoknya kamu harus mendapatkan uang itu. Itu adalah harta terakhir yang ayahmu tinggalkan untukmu. Kamu harus mendapatkannya."Susan berpikir sejenak, lalu mengeluarkan cincin giok yang disimpan jauh di dalam
Read more