All Chapters of Skandal Terlarang Bersama Mertuaku: Chapter 111 - Chapter 120

Napas Laras makin pelan dan berat. Kepalan tangannya di atas lantai mengencang seiring rasa nyeri yang tambah mengikat kuat seluruh tubuhnya. Pandangan gadis itu nyaris kabur oleh genangan air mata. Suaranya tertahan di tenggorokan, ia berkata, “S–suster … to–tolong ….” Dokter Anna yang baru saja datang setelah mendengar adanya keributan, langsung menatap ke dalam kamar. Wanita itu terpekik, “Kode biru di ruang rawat tiga!” Seketika Dirga yang berada cukup jauh dari ruangan pun membelalak. Darahnya berhenti mengalir seketika. Satu-satunya yang terpikir hanyalah Laras. Kedua tangannya menghentak dan menepis sekuriti, Dirga tak lagi mementingkan rasa ngilu di sebelah tangan. Padahal masih tahap pemulihan, dan ini bahaya baginya karena berisiko cidera parah. Bahkan langkahnya cepat mendahului para perawat yang sudah lebih dulu menuju ruang rawat Laras. Ia melewati mereka semua, meski itu menyalahi prosedur karena klinik ini bukanlah miliknya. “Laras!” geram Dirga melihat gadisnya bera

Laras menegakkan punggung tatkala pintu ruangannya terbuka. Tubuhnya langsung mendapat sinyal siaga. Bahkan tangannya pun refleks menggenggam piring, bersiap melemparnya. Takut kalau-kalau sosok itu mungkin saja Rama yang belum jera setelah dilumpuhkan Dirga.Detik berikutnya, Laras justru mendengar ketukan heels. Jantungnya yang tadi berdebar kencang kini mulai melambat karena Anna yang masuk ruangannya.“Pagi, Dokter Laras,” sapa wanita itu, diikuti seorang perawat praktisi.“Pagi, Dokter.” Laras balas tersenyum.“Gimana pagi ini? Ada keluhan apa? Perutnya sakit nggak?” Suara Anna mengalun lembut.Bicara soal perut, refleks Laras menyentuhnya. Kini tidak ada kehidupan yang tumbuh dan ia nantikan kelahirannya. Rasa sesak dan kontraksi bekas semalam masih membayang. Untuk sesaat ia memejamkan mata. Yang paling menyakitkan adalah kehidupan calon anaknya direnggut oleh sang suami.“Nggak ada keluhan, Dokter. Terima kasih udah bantu saya,” lirih gadis itu, sulit menutupi apa yang ia rasa

Pagi ini Laras mengerjap pelan, setelah semalaman sulit tidur karena Dirga yang begitu yakin ingin menikahinya. Ia lantas menatap ke arah tepi ranjang. Ada senyum getir tatkala melihat ayah mertua terlelap di sana. Tubuhnya yang tinggi dan tegak itu terpaksa membungkuk. Posisinya benar-benar tidaklah nyaman, dan sejak semalam Dokter Tampan itu tidak melepaskan tautan jemari mereka.‘Andai aja kamu masih ada di perut Mami, Sayang,’ lirihnya dalam hati. Laras merasa pasti kehidupan mereka kelak bahagia, mengingat Dirga yang berjanji menikahinya. Namun … semesta memilih jalan berbeda. Ia tersenyum kecut dan menelan ludahnya.Laras memejam sejenak. Tanpa menimbulkan gerakan kuat, ia berusaha melepas tangan. Kantung kemihnya sudah penuh dan ia harus ke toilet. Sedikit lagi terlepas, Dirga malah menarik sangat kuat. Sampai-sampai gadis itu melongo karena tangannya dijepit di ketiak.“Dokter … bangun?” gumamnya sambil mengedip-ngedipkan mata.“Iya. Salah kamu ganggu saya tidur,” jawab Dirga

Sehari setelah kondisinya dinyatakan sehat dan rahimnya sudah dinyatakan bersih total dari sisa-sisa jaringan kehamilan, Laras diizinkan keluar dari klinik. Hanya saja sebelum benar-benar meninggalkan tempat yang menjadi saksi kelam ia kehilangan bayinya. Dokter Anna sempat menahan Laras sebentar. “Ada apa, ya, Dokter?” Laras melihat wajah Anna yang tampak serius. Tangannya menjadi berkeringat dan jantungnya berdetak tak karuan. “Sebaiknya … kamu … putus aja sama Dokter Dirga. Selagi belum ketahuan banyak orang. Itu saranku. Kamu tahu ‘kan dia itu siapa?” bisik Anna. Suaranya memang kecil, tetapi jelas menekan. Laras tersenyum miris, dalam hati berkata, ‘Putus?’ “Saya kasih tahu gini karena kasihan aja. Daripada dilanjut, dan Dokter Dirga ternyata nggak bisa nikahin kamu, gimana? Fans-nya beliau itu militan, dan keluarganya juga terpandang,” sambung Anna lagi. Sekalipun itu memang saran, tetapi Laras cukup peka. Bahwa Anna menaruh iri padanya. Gadis itu terdiam sejenak, memik

Tiba di Desa Wanasari, Laras dan Dirga disambut oleh Pak Lurah dan Bu Lurah. Kabar tentang penculikan Laras ini menjadi rumor menakutkan di desa. Sebelumnya pak Dading yang menjadi saksi penemuan Laras di pinggir jalan, telah memberitahukan semuanya kepada jajaran staf desa danbklinik. Bahkan security pun merasa bersalah karena tidak menginterogasi wanita asing yang membawa Laras waktu itu.“Syukurlah, Dokter Laras selamat.” Bu Lurah menepuk punggung Laras.“Makasih, Bu,” balas Laras tersenyum getir. Ia, memang selamat dan sehat, tetapi calon bayinya … sudah gugur lebih dulu.“Pak Dading sudah cerita banyak. Kami juga menambah petugas keamanan di sekitar klinik. Takut kalau-kalau ada orang asing lagi yang berniat jahat,” timpal Pak Lurah.“Terima kasih, Pak, Bu.” Dirga tersenyum hangat sambil berjabat tangan dengan Pak Lurah.“Memang sudah tugas kami, Dok. Menjaga keamanan desa. Apalagi Dokter Dirga banyak membantu desa ini,” balas Pak Lurah, ramah.Bersama dengan Pak Lurah dan istrin