All Chapters of Jangan Jatuh Cinta Padaku, Tuan Addams: Chapter 31 - Chapter 40

**“Dia bilang apa? Benar mau menemuimu?” Em bersuara lirih tanpa menggerakkan bibir berlebihan. Ia tahu, sang bos sedang memandang dari luar dinding kaca.“Yeah,” balas Clara singkat dalam dengung parau. Ia menyimpan pekerjaan dan mematikan monitor sebelum berdiri, merapikan roknya serta membereskan barang-barang pribadi di atas meja. Kegiatan yang membuat Em mengerutkan alis.“Apa yang kau lakukan, Clara?”“Sepertinya … kita tidak akan ke rumah sakit bersama-sama malam ini. Doakan supaya besok aku masih hidup, Em.”Dramaris sekali. Em hampir tertawa mendengarnya, namun melihat wajah Clara yang seakan kehilangan aliran darah, agaknya ini bukan perkara main-main. Daniel hendak membawanya pergi ke mana?“Pastikan kau membawa ponselmu selalu. Hubungi 911 segera jika keadaan darurat, Clara. Atau jika tidak sempat, hubungi saja aku.”Dua gadis ini memang klop sekali perihal drama mendrama.Saat ia keluar, Daniel sudah tidak ada. Clara melangkah dengan waspada meninggalkan ruang kerja lant

**Sebelum Clara bisa berkata apa-apa lagi, mobil Daniel sudah meluncur memasuki gerbang yang terbuka otomatis. Melintasi halaman luas yang ternyata lebih indah jika dilihat dari dekat. Beraneka warna bunga-bunga tampak berkilau redup di bawah lampu-lampu taman, diam tak bergerak, menikmati hangatnya senja yang baru saja berakhir bersama sekawanan serangga yang bersembunyi di antara tangkai-tangkainya.Rumah ini seperti kastil negeri dongeng yang hanya pernah Clara lihat dari jauh. Bahkan tidak berani berandai-andai memasukinya.“Tuan, saya harus apa?” Clara bertanya lagi ketika mobil merapat ke pintu depan. Ada penjaga yang menunggu di sana.“Bukankah tadi sudah kukatakan padamu?”“Tap-tapi … bagaimana kalau—”Terlambat. Daniel sudah menghentikan kendaraannya dan melepas sabuk pengaman. Dalam hati Clara merasa kesal sekali. Sepertinya bos tampan ini sengaja mempermainkannya, kan?“Keluar dan ikuti saja aku,” titahnya singkat.Clara menelan saliva, lalu melangkah pelan. Udara sore di

**Daniel membaringkan tubuh kecil itu pelan-pelan di atas ranjangnya. Melihat Clara tidur begitu nyenyak, tanpa ia sadari tumbuh rasa iba yang sulit dijelaskan dan membuat Daniel tidak ingin mengusiknya. Wajah gadis itu tampak lebih -lebih polos kala terlelap, seperti anak kecil yang belum mengenal dunia. Bulu mata panjangnya seperti tirai yang membingkai lengkungan sepasang garis cantik. Tidak ada make up di wajah itu, tapi ia terlihat sangat menawan."Siapa sebenarnya kau itu?" gumam Daniel, bermonolog. "Kenapa baru kutemukan sekarang, ketika aku sudah menyerah dengan keputusan mereka, ayah dan ibuku?"Pria itu duduk di tepi ranjang. Jemari panjangnya terulur, menyingkirkan anak rambut yang menutupi pipi si gadis. Lama ia memandangi sosok mungil tanpa suara itu, hingga akhirnya punggungnya merunduk, mendekatkan wajah dan menempelkan bibirnya pada sepasang bilah lembut milik sosok di depannya.Daniel menciumnya dalam diam. Netra hitamnya memejam merasakan hembusan napas hangat yang

**Seperti tersambung lewat telepati, Clara mendadak menyadari bahwa ia meninggalkan sesuatu di luar ruangan. Buru-buru gadis itu berlari menuju pintu dan menarik handle-nya hingga terbuka lebar. Ia meringis penuh rasa bersalah ketika raut datar Em menyambutnya.“Em?”“Oh, hai! Senang berjumpa denganmu!”Clara tidak bisa menahan tawa mendengar sindiran penuh sarkasme itu. Ia menarik tangan Em dan membawanya masuk ke dalam untuk bertemu dengan Gerard.“Maaf, aku benar-benar lupa kalau kau masih di luar. Nah, ini adalah Gerard Reese, Em. Gerard, ini Emmeline. Dia teman sekantorku. Kau belum pernah berjumpa dengannya, kan?” Clara saling memperkenalkan dua orang itu.Gerard mengulurkan tangan dengan semangat. “Hai, Emmeline! Senang berkenalan denganmu. Seingatku ini pertama kalinya Clara mengenalkan temannya kepadaku. Benar tidak, Sayang?”“Karena sebelumnya aku tidak pernah punya teman, Ger.”“Kalau begitu, seharusnya aku mengucapkan terima kasih kepada Emmeline. Terima kasih sudah menja

**Daniel menatap dengan tajam. Seperti tidak mau terlewat sedetikpun apa yang akan Clara katakan. Kening pria itu berkerut, wajahnya serius sekali. "Sebenarnya saya hanya mengantarkan Em menemui kakaknya. Kakak Em adalah seorang perawat di rumah sakit itu. Dia merasa bosan jika datang sendirian."Clara merasa sudah membuat alasan semasuk akal mungkin. Namun Daniel sepertinya masih kurang percaya. Kerutan di keningnya tidak hilang. Ia justru menatap si gadis dengan kecurigaan yang lebih besar."Tuan tidak percaya?""Kau pergi mulai pagi hingga selarut ini. Bagaimana aku bisa percaya?""Tapi saya tidak melanggar peraturan, kan? Ini masih belum jam sepuluh malam."Daniel berdecak. Perasaannya saja, ataukah Clara sekarang semakin pintar bicara? itu membuatnya sangat kesal sebab berpikir gadis ini tidak mau menurut lagi kepadanya. Namun apa yang dilakukan Clara selanjutnya, membuat Daniel seketika melupakan rasa kesalnya."Tuan, tolong percaya." Gadis itu menggenggam tangan Daniel dengan