All Chapters of Ketika Dendam Berujung Cinta: Chapter 51 - Chapter 60

Han Feng memperlambat laju kudanya. Matahari mulai condong ke barat, menandakan hari kedua perjalanannya dari ibukota menuju Nanzhou seharusnya hampir berakhir. Di depannya tampak antrean kereta kuda dan gerobak yang berhenti bergerak, memblokir jalur.​Ia menghampiri salah seorang penarik gerobak tua. “Ada apa?” tanya Han Feng, suaranya sopan.​“Tanah longsor!” jawab pria tua itu dengan wajah lelah. “Jalan di depan tertutup sepenuhnya. Semua harus memutar melewati Lembah Hei Ya.”​Wajah Han Feng mengeras. Ia berpikir keras. Jika ia menunggu tanah longsor itu dibersihkan, pasti akan memakan waktu berhari-hari. Waktunya tertunda untuk sampai ke Nanzhou. Sedangkan jika ia melanjutkan perjalanan memutar melalui Lembah Hei Ya, risikonya ia harus menghadapi para bandit yang terkenal menguasai wilayah itu.​Aku tidak punya waktu lagi, pikir Han Feng dalam hati. Ia memutuskan.​Han Feng mengarahkan kudanya keluar dari antrean, memilih jalur memutar melalui Lembah Hei Ya. Jalan itu sangat jar

Menjelang tengah malam, suasana di Nanzhou terasa sunyi dan dingin. Han Feng melangkah keluar dari Kediaman Keluarga Zhang. Ia mengenakan pakaian serba hitam, wajahnya ditutupi oleh topeng hitam separuh, dan topi caping lebar menutupi kepalanya. Ia harus bergerak dengan cerdik karena patroli jam malam diberlakukan di Nanzhou, jangan sampai ia tertangkap dan mengungkap penyamarannya.“Sudah lewat tengah malam,” gumamnya pelan, menatap ke arah jembatan batu yang diterangi cahaya bulan. “Kalau ini jebakan, aku harus siap.”​Ia bergerak cepat melalui jalanan sempit, menghindari lentera yang tergantung di sudut-sudut. Setelah beberapa saat berjalan, ia tiba di Jembatan Bulan Sabit, sebuah jembatan batu melengkung yang terletak di atas sungai kecil. Jembatan itu tampak sepi.Han Feng menunggu dalam diam, tubuhnya bersembunyi di balik pilar jembatan. Hanya suara gemericik air sungai di bawahnya yang terdengar. ​Matanya mengawasi setiap sudut, mencari tanda-tanda kehadiran. Ia menunggu dalam

​Malam telah turun, menyelimuti Kediaman Keluarga Zhang dalam keheningan yang damai. Setelah menyelesaikan tugas dan membersihkan diri, Han Feng memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di taman paviliun tempat Zhang Yue tinggal. ​Saat ia mendekat, Han Feng melihat bayangan samar di bawah pohon magnolia. Itu adalah Zhang Yue. Gadis itu termenung sendirian di sana. Di tangannya, ia memegang sebuah botol keramik kecil, dan ia sedang minum isinya—arak. Ini bukan kebiasaan Zhang YueHan Feng mendekat, langkah kakinya pelan. ​“Nona Zhang?” panggilnya dengan hati-hati. ​Zhang Yue menoleh, matanya merah dan sembap. Air mata mengalir di pipinya. Gadis itu sedang menangis dan tampak jelas dalam keadaan mabuk. ​“Tuan Zhou …,” racaunya, suaranya serak. “Kenapa … kenapa aku tidak bisa memilih … Kenapa aku harus menjadi … alat … untuk perjodohan ….” ​Han Feng tidak tega melihatnya. Dengan hati-hati, ia mendekat dan berlutut di samping Zhang Yue. “Mari kita masuk, Nona Zhang. Udara malam beg

​Bai Xiang tiba di pasar yang ramai, tetapi suasana di dekat kereta kuda terasa tegang. Lima penjaga Kediaman Keluarga Han berjaga di dekat kereta kuda yang kosong. Sementara penjaga yang lain, mencari ke setiap sudut pasar dengan wajah putus asa. ​“Sudah kalian sisir semua toko di sini?” tanya Bai Xiang tajam kepada salah satu penjaga. ​“Sudah, Nyonya Muda. Kami bahkan sudah memanggil semua pedagang kaki lima,” jawab Zhou Ping Kepala Penjaga Keamanan Kediaman Keluarga Han.“Nyonya Besar seolah lenyap ditelan bumi.” ​Bai Xiang menghela napas. “Zhou Ping, kau dan separuh anak buahmu cari di gang-gang sempit dan kedai minum. Aku akan menyisir toko-toko kain, karpet, sampai alat kelontong. Fokus pada toko yang sering dikunjungi Nyonya Besar.” Mereka berpencar. Bai Xiang memasuki toko-toko dengan langkah cepat, menyapa para pemilik toko, dan memberi gambaran fisik Nyonya Besar, tetapi hasilnya nihil. Nyonya Besar Han benar-benar menghilang tanpa saksi mata. Ia tahu, mertuanya itu m

"Tunggu dulu, pendekar wanita,” kata Topeng Emas itu, suaranya terdengar mencemooh. Ia melambaikan tangan ke arah Bai Xiang. “Sungguh ironis melihat semua ini. Kau begitu melindunginya, sementara kau adalah racun di dalam keluarga Han.” ​Bai Xiang terdiam, menatap dingin. ​“Kau benar-benar lemah,” lanjut Topeng Emas itu dengan nada menghina. “Jauh-jauh datang dari Gunung Yang masuk ke ibu kota, semua hanya untuk membunuh Jenderal Han, dan ternyata gagal dilakukan. Sekarang kau malah sibuk menyelamatkan ibunya. Dunia benar-benar penuh kejutan.” ​Kata-kata itu menghantam Bai Xiang seperti pukulan telak. Ia terkejut, bukan karena ancaman, tetapi karena Topeng Emas itu mengetahui asal muasalnya dan rahasia dendam pribadinya yang paling kelam. ​Namun, Bai Xiang tidak terkejut sendirian. Di sudut ruangan, mata Nyonya Besar Han yang tadinya tenang, kini melebar. Keterkejutan dan rasa sakit yang mendalam memenuhi pandangannya. Ia tak menyangka kalau ternyata Bai Xiang, menantu kesayanga