All Chapters of JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku): Chapter 101 - Chapter 110

"Nak Ken dan Nak Rimbun ini sudah saling mengenal, bahkan saling mencintai. Jadi saya, sebagai wakil dari keluarga Nak Ken, ingin melamar Nak Rimbun untuk Nak Ken. Bagaimana? Apakah Tuan bisa menerima lamaran kami?"Suasana seketika menjadi hening. Kakek menoleh pada Al' yang duduk di sebelahnya.Al' hanya tersenyum lalu mengangguk kecil.Kemudian Kakek berkata,"Tidak ada alasan bagi kami untuk menolak lamaran ini. Apalagi Nak Ken sudah menjaga cucu saya dengan baik. Saya menerima lamaran ini dengan senang hati.""Benarkah?" Rendra berseru sedikit keras."Ken! Kamu diterima! Lamaran kita diterima! Hahaha!" Rendra mengguncang bahu Ken yang langsung tersenyum lebar sambil menutup wajahnya."Alhamdulillah," ucap Ayah dengan syukur."Tapi mohon maafkan kami, Tuan. Kami ke sini tidak membawa apa pun—"Belum sempat Kakek menjawab, suara klakson keras membuat semua orang menoleh ke luar.Dion sudah berdiri di depan pintu. Ia tersenyum lebar dan mengangguk hormat."Dion? Ada apa? Kenapa kamu

Malam.Belum terlalu malam sebenarnya, masih sekitar pukul delapan. Namun rumah besar Keluarga Fiandi sudah kembali sepi setelah ramai oleh sanak saudara sebelumnya.Setelah akad nikah Ken dan Rimbun selesai, semua tamu langsung pulang. Tidak ada lagi yang harus ditunggu. Pesta? Itu masih rencana tahun depan, itupun belum pasti.Saat ini, Ken membawa Rimbun ke tempat yang seharusnya menjadi tujuan mereka. Ke mana?Tentu saja ke villa milik Ken.Sebenarnya itu sudah rencana Ken, namun ia sempat lupa karena terlalu gembira.“Ken, kamu mau pulang ke mana?” tanya Rendra ketika mereka sudah berada di depan mobil masing-masing.“Hah? Pulang ke mana? Maksudnya?” Ken tampak linglung, menoleh pada Rendra lalu pada Rimbun yang menggenggam tangannya erat.“Tuan Rendra bertanya, kita mau ke mana?” Rimbun ikut bertanya sambil menarik pelan tangan Ken.Ken belum menjawab dan hanya mengangkat bahunya.“Kamu sendiri mau pulang ke mana?” Ken balik bertanya pada Rimbun.“Aku tidak tahu. Aku kan tidak p

Ken kembali mendongak. “Kalau begitu, balas.” Ken langsung menyumpal bibir Rimbun dengan kasar.Napasnya sudah tak beraturan. Dada Rimbun ikut naik turun, seperti tak mampu mengimbangi intensitas Ken. Lidah Ken menyeruak, membelit tanpa dapat dicegah. Rimbun hanya bisa pasrah, lalu perlahan mulai membalas ciuman itu. Membuat gelora di tubuh Ken semakin meledak. Tangannya kian liar meremas apa pun yang ia sentuh di tubuh Rimbun. Lama Ken bermain di wajah, leher, lalu turun ke dada.Ken kembali menangkup mulut Rimbun, tubuhnya bertumpu pada kedua lutut. Gerakan bibir mereka kembali menyatu, seakan saling mendominasi. Ken menjatuhkan tubuhnya perlahan, mengambil jeda pendek, tampak begitu mahir.Sementara Rimbun mulai bisa membalas.“Kamu mulai pintar rupanya,” bisik Ken.Astaga. Rimbun sangat malu mendengarnya. Dia ingat jelas saat pertama Ken mencium dirinya, dia menghadiahi pria itu tamparan bertubi-tubi sampai pipinya memerah.Kini mulut Ken turun lagi, hingga mencapai tujuan akhirny

"Aku mencintaimu, Jelek." Ken terus menggumamkan itu hingga tangannya berhenti bergerak.Tidak terdengar lagi suara dari mulut Ken. Rimbun mengintip pelan."Hehe, kamu tidur?" bisiknya sambil mengusap wajah Ken yang tampan itu."Rupanya kamu mengantuk juga, ya. Kupikir kamu robot yang tidak pernah lelah dan tidak mengantuk." Rimbun mengangkat kedua kakinya, kemudian ikut tenggelam menyusul Ken ke alam mimpi.Keduanya terlelap di siang bolong, mengganti waktu tidur yang tertunda semalam.Bulan pun berganti.Hari demi hari dilalui dua pasangan suami istri—si Bos dan Sekretarisnya—dengan keindahan dan kebahagiaan yang terasa sempurna.Satu bulan sudah Ken menikahi Rimbun, dan kini mereka tinggal di rumah Rendra sesuai kesepakatan bersama.Rimbun senang karena dia tidak akan kesepian saat Ken pergi. Begitu juga Mutia dengan Rendra.Ken merasa jauh lebih tenang saat harus meninggalkan istrinya. Waktunya berjalan sempurna; setiap tarikan napas terasa dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran, se

Ken tidak menjawab pertanyaan Rendra, malah menoleh pada istrinya.“Sayang, sejak kita menikah… aku tidak pernah melihat kamu datang bulan. Benarkah? Atau aku yang tidak tahu?”Mendengar pertanyaan Ken, Rendra spontan menoleh pada Mutia.“Mutia… bulan ini aku juga belum melihat kamu datang bulan?”Mutia mendongak, mencoba mengingat-ingat.“Iya, Rendra. Aku terlambat… sudah hampir satu minggu ini.”“Astaga! Benarkah?”“Seingatku begitu.”“Jadi maksudnya?” Rendra kini menoleh pada Ken.Ken masih menunggu jawaban dari Rimbun.“Sayang… kamu tidak haid?”“Terakhir aku datang bulan dua minggu sebelum kita menikah. Seharusnya aku sudah kedatangan tamu dua minggu yang lalu. Aku juga sudah terlambat sekitar dua mingguan… dan aku lupa!”Jawaban dua wanita itu membuat kedua pria itu sama-sama menepuk kepala.“Artinya… mereka bukan keracunan!” ucap Rendra.“Artinya, istriku hamil!” Ken hampir berteriak.“Tuan, Dokter sudah datang,” ucap Fic dari pintu.Semua menoleh. Dokter wanita itu masuk setel