Semua Bab Sentuhan Panas Tuan Mafia: Bab 101 - Bab 110

“Ahh, Sayang.” Anne meringis kecil, ketika Leon sudah melucuti seluruh pakaiannya dan kini sedang menyesapi lehernya.“Teruslah mendesah, Sayang. Aku sangat senang mendengarnya, terus sebut nama suamimu ini dalam desahanmu.” Leon menyesap leher Anne dan menciptakan tanda kepemilikan berwarna merah yang cukup banyak.Anne menggeliat keenakan. Leon terus menciumi bibirnya, lehernya, dan juga beralih ke payudaranya. Suaminya itu menyesap puting susunya, dan memainkannya dengan sangat gemas.Setelah puas bermain di payudara Anne, Leon pun mengarahkan miliknya yang besar itu tepat ke mulut Anne yang sedang berbaring di bawahnya.“Masukkan ke mulutmu, Sayang.” Ia menatap ke bawah sambil sedikit mengangkat kepala Anne agar miliknya bisa masuk sepenuhnya ke mulut sang istri.Belum sempat Anne menyahut, benda keras berurat itu sudah dijejalkan oleh Leon ke dalam mulutnya. Mulut Anne rasanya sangat penuh, karena kepala benda itu nyaris menyentuh tenggorokannya.“Ahh! Ohh! Shhh!” Leon melenguh,

“Mau berapa ronde lagi, Tuan Leon Dominic?” tanya Anne dengan sebelah mata mengedip genit, kedua tangannya memeluk leher suaminya semakin erat.“Wah, sepertinya kamu sudah berani menantang suamimu ini ya. Baiklah kalau begitu. Malam ini aku tidak akan memberimu ampun, Sayang. Aku akan memberikan kenikmatan yang sebelumnya tak pernah kau rasakan.”Usai berkata demikian, Leon melangkah cepat dan menghempaskan tubuh Anne ke atas ranjang dengan lembut. Leon langsung mengungkung tubuh sang istri. Ia pegang kedua tangan Anne dan ia satukan di atas kepala.Malam itu benar-benar menjadi malam yang panjang bagi Anne dan Leon. Begitu Anne sudah terbaring di atas ranjang, Leon tak memberi kesempatan bagi istrinya itu untuk berkata apa pun. Ia langsung mencium istrinya dengan sangat panas dan dalam .Anne sempat memukul dada Leon pelan, pura-pura protes, tapi tubuhnya sendiri melemah dalam dekapan suaminya itu.Seluruh villa dipenuhi suara samar dari deburan ombak, tetapi di dalam kamar itu hanya

Pagi itu, cahaya matahari menyelinap lembut melalui tirai villa yang tipis, menyelinap masuk menyoroti kamar dengan warna keemasan. Untuk pertama kalinya sejak mereka tiba di pulau itu, pagi ini Anne bangun lebih dulu dari suaminya.“Mmhhh!” Wanita cantik itu menguap kecil.Setelah kelopak matanya terbuka, ia menggeliat pelan. Tangannya terangkat untuk meregangkan otot-otot yang sedikit kaku. Anne terdiam selama sepersekian detik. Ia lalu menoleh sebentar, menatap Leon yang masih tertidur di sampingnya.Deru napas suaminya terdengar teratur, dadanya naik turun dengan tenang. Wajahnya tampak begitu tampan, dan satu lengannya masih melingkar memeluk pinggang Anne seolah masih menjaga istrinya bahkan saat ia tidur.Sepertinya Leon benar-benar kelelahan karena sejak semalam dia terus saja meminta jatah pada Anne. Bahkan Leon terus mengulang sampai beberapa ronde. Tubuh istrinya benar-benar membuatnya ketagihan. Ia seolah tak ingin berhenti menggempur tubuh Anne.Anne tersenyum kecil. Ia p

Leon menatap kotak hitam itu dengan hati-hati. Pita emasnya sudah ia pegang dan separuh sudah terlepas. Anne berdiri di sampingnya dengan napas tertahan, seolah kotak itu bisa saja berisi sesuatu yang Mengejutkan dan mengubah hidup mereka.Namun sebelum Leon sempat membuka kotak itu sepenuhnya, tiba-tiba saja ….Drttt! Drrtt!Ponselnya bergetar cukup kuat. Nada dering itu memecah keheningan di antara Anne dan Leon yang terlihat tegang. Leon mengurungkan niat untuk membuka kotak itu. Ia meraih ponsel dan melirik layarnya.Anne pun ikut melihat ponsel suaminya tersebut.“Dari Adrian,” ujar Leon sambil melirik pada Anne.“Adrian? Ada apa? Tumben sekali dia menelfon?” Anne bertanya-tanya dengan cemas.“Dia tidak mungkin sampai menelfon kalau tidak ada sesuatu yang penting. Dia tidak akan seberani itu untuk mengganggu bulan madu kita.” Leon setengah bergumam.Secara bersamaan, Anne dan Leon merasakan hal yang sama. Mereka punya firasat buruk yang cukup mengusik pikiran. Leon mengangkat tel

Beberapa hari berlalu, tak terasa malam ini merayap dengan pelan, membawa hawa dingin yang menempel di jendela kamar Leon dan Anne. Lampu kamar itu temaram, cukup redup untuk memberi rasa nyaman. Namun cukup terang untuk memperlihatkan betapa lelahnya Anne secara batin.Sejak Valerie ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tubuh Anne seperti kehilangan tenaga. Tapi malam ini, Leon tampak berbeda. Ada sesuatu dalam sorot matanya. Sesuatu yang menginginkan kedekatan, kehangatan dan mungkin pelarian dari stres yang menumpuk.Ketika Anne sedang berdiri di depan jendela dan menatap ke luar sana, Leon tiba-tiba saja memeluk pinggang istrinya itu dari belakang.“Sayang,” bisiknya rendah, tepat di telinga Anne.Leon meletakkan dagunya di pundak Anne, dan perlahan bibirnya mulai menjamah tengkuk sang istri, membuat tubuh Anne meremang.Anne menoleh perlahan dengan tak bersemangat. Ia sebenarnya tidak sedang ingin disentuh, karena pikirannya masih kacau oleh kondisi mamanya. Tapi ia juga tahu, ia