Lahat ng Kabanata ng NAYANIKA: Gadis Pengganti di Malam Pertama : Kabanata 151 - Kabanata 160

Abi masuk lagi ke dalam mobil dan kemudian melaju pergi dari sana. Hanya berselang tiga puluh menitan, Nayanika pun tiba bersama dengan Bumi yang mengantarnya ke sini, untuk mencicil barang-barang bawaannya, yang ada di dalam rumah.Tempat ini sudah tidak lagi nyaman untuk ditinggali, karena ada laki-laki yang bisa membuat ia kehilangan segalanya.Bukan lagi hanya kesuciannya saja. Tapi rumah dan juga harta benda, pasti akan diambil lagi oleh istrinya yang gila. Makanya sebisa mungkin, ia harus menghindarinya. Tidak boleh sampai tertangkap, apa lagi sampai dia tahu semua kebenarannya."Bumi, ini. Tolong pegang Nasya dulu. Aku mau ambil beberapa baju Nasya. Dia cuma bawa secukupnya, tapi malah kurang. Mau ambil baju-bajuku juga," ucap Nayanika sambil mengalihkan Nasya ke dalam dekapan Bumi."Kenapa harus pindah, Nay? Rumahnya udah atas nama kamu kan?" tanya Bumi, sebelum Nayanika turun dari mobil ini."Suasananya nggak nyaman. Aku mau cari rumah yang lain. Tapi sementara kost dulu aja.

"Iya, tentu. Tapi sebelum itu, apa kamu bisa beritahu saya, dimana Nayanika berada sekarang?" tanya Abi. "Bener kan. Ujung-ujungnya, cuma tanya yang punya rumahnya," ucap Bumi. "Dengar, saya hanya ingin bicara dengannya. Mungkin, saya bisa membicarakan masalah nego harga dan yang lainnya. Benar kan?" ucap Abi. "Tapi Naya udah mempercayakan semuanya ke saya, Mas. Jadi masalah nego harga sama yang lainnya juga, ya sama saya pastinya. Emangnya Mas berani di harga berapa?" tanya Bumi. "Ya berapapun itu. Asalkan, saya bertemu dulu dengan Nayanika. Bisa kan?" ucap Abi. "Sorry, Mas. Nggak bisa. Kayak yang saya bilang tadi. Kalau mau nego harga ya ke saya langsung. Jadi Mas nggak perlu ngotot buat ketemu Naya," tegas Bumi. Abi terdiam. Dia kehabisan kata-kata maupun cara, untuk bisa bertemu dengan Nayanika lagi. "Jadi gimana, Mas? Saya nggak bisa buang-buang waktu. Kalau jadi dibeli, ya beli sekarang. Kalau nggak, saya mau cari pembeli yang lebih serius lagi," ancam Bumi. "Ya s

Abi bertolak pinggang di dalam kamar, saat melihat hasil karyanya. Sebuah kamar, yang sudah Abi beri tempat tidur, hiasan lampu tidur dan juga sticker yang bisa menyala ketika gelap. Di atas tempat tidur itu juga, semua mainan serta boneka yang hendak Abi berikan kepada Nasya waktu itu, sudah tersusun rapi.Kamar ini, sekarang adalah kamarnya Nasya. Hanya tinggal menaruh beberapa figura saja di dinding kamar ini dan selesai sudah. Rumah singgah, untuk anaknya. Atau bisa dibilang adalah rumah masa depan anaknya.Setelah selesai. Abi pergi untuk mencuci tangan dan meminum sebotol air mineral, yang memang ia beli saat di jalan tadi.Hari liburnya, ia habiskan di sini saja. Ia sibukkan dirinya, hingga lupa dengan orang yang seharusnya menjadi penghuni kamar ini. Tadi pagi, saat istrinya bertanya ia mau pergi kemana, Abi menjawab bila akan main ke rumah orang tuanya. Dia juga sudah kong kalikong dengan ibunya juga, bila Meisya menelpon katakan ia sedang berada di sana dan tidak bisa digan

Keesokan harinya. Abi pamit pergi ke rumah sakit. Sementara Meisya tidaklah kemana-mana. Hari ini dia akan berdiam diri di rumah saja dan akan menyelesaikan masalahnya secepat mungkin, sebelum semuanya bertambah parah. "Aku berangkat dulu ya, Sayang? Kamu nggak mau pergi kemana-mana kan?" tanya Abi dan dijawab dengan gelengan kepala saja oleh Meisya. "Ya udah. Kamu hati-hati di rumah. Aku usahakan pulang cepat kok hari ini," ucap Abiyaksa sambil mengecup dahi Meisya. Abi keluar dari dalam kamar dan turun dari lantai atas. Sedangkan Meisya duduk di tepian tempat tidur, menunggu sekitar sampai suara mobil suaminya itu pergi dan menghubungi nomor seseorang. Panggil telepon yang sudah tersambung dengan seseorang itu pun ditempelkan di daun telinga Meisya. Lantas, Meisya pun berbicara dengan orang yang dihubunginya ini. "Bisa ke sini sekarang? Dia udah pergi," ucap Meisya. Tidak sampai sepuluh menit. Sebuah mobil pun datang ke rumah Meisya ini. Dia ketuk pintu dan sambut oleh pelay

"Sepertinya, saya nggak ada urusannya di sini." "Nggak ada urusan? Apa yang sudah kamu lakukan dan mengatakan nggak ada urusan!?" pekik Abi murka, sementara yang dicekal lengannya malah tertawa. "Saya ini hanya diundang. Dia yang mau, bukan saya yang memaksa. Dia bilang ingin anak. Ya sudah. Dia juga yang mulai semuanya duluan. Jadi saya nggak ada urusannya di sini. Karena yang tadi bukan atas paksaan. Tapi keinginannya." "Jangan berbohong!!" pekik Abi yang langsung menarik kerah kaos pria ini. "Oh ya ampun. Hei, Meisya! Katakan kepada suamimu ini, jangan libatkan aku! Kamu yang mau kan? Kamu yang bilang mau anak dariku. Kenapa juga aku harus ikut-ikutan kena masalah!" Meisya diam saja dengan tatapan mata yang kosong. Ia benar-benar tidak berpikir dulu sebelum bertindak. Ia terlalu kesal dengan keadaan. Jadi membuatnya menghalalkan segala cara, untuk tetap mempertahankan Abiyaksa, tanpa berpikir panjang, bila hal sebaliknya lah yang malah akan terjadi. Laki-laki itu pun ber