Riuh pelabuhan sore kian memuncak. Suara kuli, debur ombak, dan bahasa asing dari pedagang Tiongkok, Gujarat, hingga Arab bercampur jadi satu. Aroma ikan asin dan rempah menusuk hidung.Alesha berdiri kaku di samping Arya Wuruk, tubuhnya seperti membatu. Samudra masih di sana, berdiri di balik tumpukan peti, matanya terpaku padanya. Tangannya sempat terangkat, tapi Alesha buru-buru melotot dan mengulang gerakan: menyilang lengan membentuk X, menggeleng, lalu menempelkan telunjuk di bibir. Jangan!Arya menoleh sekilas. “Nimas? Wajahmu pucat. Kau kelelahan?”“Ah… tidak, hanya… sedikit pusing mencium bau ikan,” jawabnya sambil tersenyum kaku. Arya mengangguk, kembali menawar pedagang.Alesha tetap menatap Samudra. Ia menjatuhkan sapu tangan pura-pura memungutnya, sambil memberi isyarat: Pergi. Sekarang. Samudra ragu, lalu mundur perlahan, menaruh telapak tangan di dada sebagai tanda: aku akan kembaliArya Wuruk menoleh lagi. “Kau bicara dengan siapa?” tanyanya, sorot matanya tajam, penuh
Terakhir Diperbarui : 2025-09-10 Baca selengkapnya