“Anantaka…” suara kaisar terdengar rendah, tenang, namun penuh wibawa. “Kau tidak berubah sama sekali. Selalu langsung pada intinya. Firasatmu pun masih setajam biasanya.”Anantaka menyipitkan matanya, menatap sang kaisar dengan tajam. Udara di arena mendadak terasa berat. Ratusan penonton yang tadi riuh bersorak kini bungkam serentak. Tak seorang pun berani mengeluarkan suara, meski telinga mereka tak bisa menangkap percakapan yang terjadi di tengah arena. Diam seribu bahasa, semua hanya bisa menunggu kelanjutan.“Tenanglah,” ucap kaisar lagi, lebih lembut. “Aku tidak berniat macam-macam. Mereka adalah muridmu, dan aku tak memiliki niat buruk pada penawaranku.”Namun tatapan Anantaka tidak goyah. “Apa benar begitu?” tanyanya datar, seolah ingin menembus isi hati ayahnya sendiri.Kaisar sempat terdiam, lalu mengangguk perlahan. Ia menoleh kepada tiga murid Arus Hening yang masih berdiri tegak, tubuh mereka penuh keringat dan luka, namun sorot mata tetap menyala. “Bicaralah sekarang,”
Terakhir Diperbarui : 2025-10-05 Baca selengkapnya