All Chapters of Cinta Terlarang, Anak Tersembunyi: Chapter 121 - Chapter 130

Sore hari di mansion Carter terasa hangat dan ramai. Jam sudah menunjukkan pukul lima, dan Celline yang bangun lebih awal kini berdiri di dapur bersama Chef Marcus dan para asisten. Ia memakai apron kecil yang tampak kebesaran di perutnya yang mulai membuncit tiga bulan.Jayden berdiri menyebalkan di belakangnya seperti satpam pribadi.“Sayang, duduk saja. Biarkan Chef yang masak,” ujar Jayden sambil memindahkan talenan dari tangan Celline.Celline mengambil kembali talenan itu. “Jay, aku hanya ingin memasakkan makanan kesukaan anak-anak. Mereka pasti senang.”“Tapi kamu sedang hamil,” bantah Jayden lagi.“Aku bukan lansia,” balas Celline malas.Chef Marcus hanya tersenyum canggung melihat pasangan itu berdebat kecil.“Mrs. Carter hanya memotong ayam untuk chicken tenders, Sir,” katanya mencoba menengahi. “Itu aman.”Jayden menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi aku ikut memotong.”“Kamu malah bikin berantakan,” gumam Celline.Baru saja mereka kembali bekerja, suara langkah kaki kecil

Kabar itu datang lebih cepat dari yang Bella duga. Baru beberapa jam setelah Veronica dibawa ke rumah sakit, ia langsung menghubungi Richard dan mengatakan bahwa ibunya terpeleset di kamar mandi hingga pingsan. Tentu saja Bella tidak akan mengungkapkan kejadian sebenarnya. Ia hanya mengatakan bahwa ia kebetulan lewat dan melihat sang ibu tergeletak, lalu segera meminta bantuan Cleo untuk membawanya ke rumah sakit.Richard yang sedang melakukan perjalanan bisnis di Nevada terdiam lama ketika menerima kabar tersebut. Tanpa pikir panjang, ia langsung memesan penerbangan tercepat menuju Washington. Kurang dari empat jam kemudian, ia sudah bergegas menyusuri koridor MedStar Washington Hospital Center dengan wajah yang penuh kecemasan.Begitu membuka pintu ruang perawatan, Richard mendapati Bella duduk di sisi ranjang dengan wajah pucat seperti habis menangis. Veronica masih tak sadarkan diri, alat-alat medis menyertai napasnya yang pelan dan tersengal.“Apa yang sebenarnya terjadi?” suara

Wantu berlalu cepat. Pagi itu, suasana di halaman sekolah TK sudah ramai ketika Celline mengantar si kembar. Sera turun dari mobil sambil menenteng tiga Barbie barunya dengan bangga—masing-masing masih berkilau, rambutnya tertata rapi, pakaiannya pun tampak mewah. Ia memeluk ketiganya dengan hati riang, percaya diri, dan penuh semangat ingin menunjukkannya pada teman-temannya.Begitu masuk kelas, Sera langsung menghampiri Luna yang sedang menyusun balok warna-warni di karpet bermain.“Luna, lihat! Aku punya Barbie baru!” serunya sambil mengangkat satu Barbie berambut pirang.Luna terbelalak. “Waaah cantik! Tapi aku juga punya Barbie rambut pelangi di rumah,” katanya sambil tersenyum penuh kebanggaan.Sera spontan mengerutkan kening. “Tidak ada Barbie rambut pelangi. Tidak mungkin.”“Ada! Mommy aku beli di luar negeri,” Luna membantah.“Tidak ada!” Sera kembali mempertegas, nada suaranya naik.“Ada!” Luna bersikeras.Perdebatan kecil itu berlangsung hanya beberapa detik sebelum akhirny

Malam itu suasana ruang keluarga Carter dipenuhi suara tawa. Sera duduk di tengah karpet, dikelilingi tumpukan kantong belanja berlogo butik-butik mewah New York. Dengan mata berbinar, ia membuka satu per satu oleh-oleh yang baru saja diberikan Melanie.“Grandmaaaa, ini lucu sekali!” seru Sera sambil mengangkat boneka besar berbentuk unicorn. Ia memeluknya erat, seolah boneka itu adalah harta karun paling mahal di dunia.Melanie tertawa kecil, memandangi cucu perempuannya yang begitu bersemangat. “Itu Grandma beli di Fifth Avenue. Katanya unicorn itu populer sekali di New York.”Di sebelahnya, Bastian duduk lebih tenang, membuka kotak robot rakitan yang bentuknya rumit. Ia tidak berteriak seperti Sera, tetapi senyum tipis di wajahnya sudah cukup menunjukkan ia sangat menyukainya.Nicholas yang kebetulan ikut menginap setelah mendengar sang nenek telah kembali juga tak kalah senang. Ia memamerkan miniatur pesawat tempur yang bisa menyala. “Grandma, ini benar-benar keren!”Celline duduk

Jayden terbangun lebih awal pagi itu. Cahaya matahari belum muncul sepenuhnya, hanya remang lampu kamar yang menerangi ruangan luas tersebut. Ia mengalihkan pandangan ke sisi kasur sebelahnya—Celline masih tertidur pulas, napasnya teratur, wajahnya terlihat damai. Tangan Jayden terulur, membenarkan posisi selimut agar sang istri tidak kedinginan.Ia meraih ponsel di nakas untuk melihat jam. Angka 05:00 AM terpampang pada layar. Saat hendak meletakkannya kembali, matanya menangkap notifikasi pesan yang masuk pukul tiga dini hari—dari Leon.Alis Jayden sedikit terangkat. Ia membuka pesan tersebut.“Target berhasil diamankan. Jeffrey dan tim sudah membawa Marco ke lokasi aman. Menunggu instruksi selanjutnya.”Jayden menarik napas panjang. Ada perasaan lega, tetapi sekaligus waspada. Ia mengetik balasan cepat.“Bagus. Jangan bawa dia ke Washington dulu. Kita akan terbang ke Miami hari ini. Pastikan keberadaan Marco tidak diketahui siapa pun sampai kita tiba.”Ia menutup pesan. Pandanganny