Rani berjalan keluar menuju tukang sayur komplek, langkahnya pelan namun mantap. Udara pagi masih lembap, dan matahari baru naik setengah. Kantong kecil berisi uang pemberian Fabio terasa berat di genggamannya—bukan karena jumlahnya, tapi karena rasa malu yang ikut menempel.Setidaknya, dengan uang itu ia bisa bertahan sampai Bima pulang. Rani menarik napas panjang. Ia benci merasa dikasihani, tapi Fabio terus memaksa, dan ia benar-benar tidak punya pilihan lain.“Pagi, Mas,” sapanya pada Mas Yanto, tukang sayur yang keranjingan memutar lagu dangdut setiap pagi.“Loh, Bu Rani! Lama gak kelihatan,” sapa Bu RT yang tiba-tiba muncul sambil menggendong cucunya. Senyumnya hangat seperti biasa.“Pagi, Bu,” balas Rani sopan, sedikit membungkuk.“Gimana kabarnya, Rani?” tanya Bu RT sambil memilih tomat.“Baik, Bu. Ibu sendiri?” Rani menjawab sambil memilah buncis yang masih segar.“Wah, ibu mah seneng banget hari ini. Cucu ibu datang. Mamanya kerja, jadi nitip bentar,” ujar Bu RT sambil menga
Terakhir Diperbarui : 2025-12-10 Baca selengkapnya