All Chapters of Terjerat Skandal Berbahaya Sang Presdir: Chapter 71 - Chapter 80

Namun tak melihat siapa pun.Perhatiannya teralihkan saat Aidan merengek di dadanya"Aidan haus,... Tunggu sebentar ibu buat susu ya ...." Dia berjalan masuk ke rumahnya, tak menyadari sepasang mata dingin dan tajam telah mengawasi mereka sejak tadi di jendela ruang tamu rumah Sinta.Ardhan memasukkan tangannya yang terkepal di saku celana dengan pandangan terus tertuju ke rumah Laras.Entah mengapa dia merasa kemarahan dan gelisah di dalam dadanya melihat Laras membawa seorang pria ke dalam rumahnya.Sejak dia berada di sini selama beberapa hari, wanita itu tak pernah sedikit pun mengundangnya masuk ke dalam rumahnya tapi justru membawa pria lain. Yang membuat semakin menyebalkan pria itu adalah Dokter pribadi keluarga Wikrama.Bagaimana seorang Ardhan Wikrama kalah dengan dokter yang dipekerjakan?Ardhan menarik napas dalam-dalam merasa sangat kesal dan marah dalam hati.Apa yang harus dia lakukan untuk membuat Laras menjadi miliknya? Taktik keras maupun lembut tak bisa menggoyahka

"Tu-tunggu ... Apa yang kamu lakukan?" Laras panik merasakan telapak tangan Ardhan di dalam rok gaunnya, menggeser celana dalamnya lalu mengusap bagian intimnya yang sensitif. Tubuhnya gemetar. Telapak tangan besar dan kasar Ardhan terasa panas membara mengusap inti sensitifnya. Sensasi kulit panas dan kasar mengusap miliknya hingga membuat Laras merasa lemas di lututnya, merasakan cairan hangat mengalir dari inti tubuhnya.“Kamu basah.” Suara serak Ardhan menggodanya, menjilat sudut bibirnya yang basah karena saliva mereka. Laras terengah-engah mencengkram kemeja Ardhan, kepalanya mendongak menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca.“Hentikan ini ….” Desisnya.“Ada … Andrew di ruang tamu.” Ini juga rumah Sinta. Senyum di wajah Ardhan sekejap menghilang digantikan dengan ekspresi datar. Sorot matanya menajam, dia menggigit tengkuk Laras agak keras.“Ah!” Laras mengerang keras, lalu langsung menutup mulutnya dan menatap cemas ke belakang Ardhan, khawatir suaranya akan terdengar keluar

Sudah tiga hari sejak makan malam di rumah Sinta. Ardhan tidak lagi muncul di Daycare, tempat kerja Laras. Menurut apa yang didengarnya dari Sinta, bahwa Ardhan sangat sibuk menangani proyek pembangunan hotel yang bermasalah hingga Dian pun ikut sibuk karena proyek itu dibawah tanggung jawabnya. Ekspresi Dian terlihat tidak bagus setiap kali dia pulang bekerja dan selalu memelototi Laras dengan muram jika mereka bertemu.Laras bertanya apa yang terjadi pada Sinta."Dian mendapat teguran dari Ardhan terkait proyek itu," ujar Sinta saat berkunjung saat Laras pulang kerja, untuk bermain dengan Aidan. Suasana hatinya tidak cukup bagus karena itu dia bermain dengan Aidan berharap bisa meredakan suasana hatinya. Sambil memangku Aidan, dia melanjutkan kalimatnya."Suamiku adalah pria yang jujur dan pekerja keras, mana mungkin dia menggelapkan dana proyek hotel. Pasti ada orang yang menfitnahnya.""Ah, apa? Dian dituduh menggelapkan dana proyek?""Ya, tolong jangan katakan pada siapapun dulu

"Ya. Andrew mengajak kami menonton film bioskop besok," balas Laras acuh tak acuh."Kami?""Ya, aku dan Aidan," balas Laras mendongak menatap Ardhan dengan kening berkerut melihat ekspresi tidak senang di wajah pria itu. Dia menggelengkan kepala dan berbalik membelakangi pria itu, berjalan masuk menuju rumahnya.Ardhan menahan tangannya."Bukankah aku sudah bilang padamu untuk tidak bertemu dengan Andrew?""Tuan Ardhan, apa yang kamu lakukan? Lepaskan. Kamu akan membuat orang lain salah paham."Laras menatap ke sekeliling, terutama rumah Sinta, khawatir ada yang melihat interaksinya dengan Ardhan. Hanya Sinta dan Dian yang tahu bahwa Ardhan sudah punya istri. Meski Sinta sedang tidak ada, dan dia tahu apa Dian di rumahnya atau tidak, masih ada Bibi Sarti di rumah yang bisa melaporkan segalanya pada Sinta."Kamu belum menjawab pertanyaanku," ujar Ardhan muram, lalu melepaskan tangan Laras."Memangnya kenapa jika aku bertemu dengan Andrew? Kamu tidak bisa mengaturku. Ingat, kamu punya i

Laras bangun menyadari Aidan tidak ada di sisi. Dia panik berpikir Aidan jatuh dari bawah tempat tidur. Dia mencari ke bawah tempat tidur, namun tidak menemukan Aidan. Tiba-tiba dia mendengar tangisan Aidan di luar kamar. Dia keluar dari kamar dengan tergesa-gesa tanpa memeriksa penampilannya. Dia tak menemukan siapapun di ruang tamunya rumahnya yang kecil. Suara tangis Aidan terdengar sekali lagi. Suaranya terdengar dari dapur. Laras mengikuti suara itu dan menuju dapur.Apa yang dia lihat di dapur rumahnya membuatnya tak bisa berkata-kata.“Bocah kecil, jangan nangis, oke? Paman akan memberimu susu sebentar lagi.”Ardhan, masih mengenakan kemeja kantornya, dengan lengan yang dilipat sampai ke sikunya, tengah sibuk menggendong Aidan di sisi tubuhnya sementara tangan satunya sibuk menuangkan kantong susu ASI ke dalam dot. Aidan tidak sabar, merengek dan meronta dalam pelukan Ardhan.“Sabar, oke. Paman akan segera menyiapkan susumu.”Ardhan menenangkannya dengan raut sabar. Sementara b