LOGINBerhari-hari kemudian, Ardhan belum mendatanginya. Dia hanya sesekali menelepon dan memberitahu Laras bahwa pekerjaannya sangat sibuk. Hanya Thomas yang setiap hari datang sesuai dengan perintah Ardhan mengantar hadiah dari pria itu.Ardhan membelikannya beberapa perhiasan, baju, sepatu dan bahkan kebutuhan Aidan. Tapi lebih banyak susu formula mahal yang diimpor dari luar negeri, dengan pengingat pada Laras agar tidak terlalu memfokuskan dirinya menyusui Aidan dengan ASI.Kemudian Laras mendapati saldo rekeningnya bertambah, itu pemberian dari Ardhan. Pria itu ingin Laras berhenti bekerja dan hanya tinggal di rumah, mengurus anaknya.Ardhan begitu bermurah hati.Itu membuat perasaan Laras menjadi rumit melihat saldo rekeningnya mencapai angka fantastis.Namun dia harus menahan ketidaknyaman dan kesedihan di hatinya merasa menjadi seorang wanita simpanan yang dipelihara.Sertifikat rumah Laras sudah dikembalikan, namun mereka masih mencari Yanti dan anak perempuannya yang kabur.Orang
Laras menghela napas setelah melihat Aidan baik-baik saja.Dia berdiri dan menghampiri Thomas dengan senyum kikuk."Terima kasih sudah menjaga anakku," ucapnya sambil mengambil Aidan dari Thomas.Thomas hanya mengangguk dengan acuh tak acuh sambil menyerahkan Aidan ke pelukan ibunya dan menjawab dengan sopan. "Aku hanya mengikuti perintah Tuan Ardhan."Dia melirik wajah Laras. Bibir wanita itu bengkak dan merah. Pipinya masih terlihat memerah dengan mata coklatnya yang berkaca-kaca seperti rusa, tampak begitu sensual dan memikat. Kerah bajunya longgar dan agak turun hingga belahan dadanya.Thomas mengalihkan pandangannya dengan cepat. Dia terlalu memikat. Tidak heran Ardhan begitu terpesona.Wanita itu sangat cantik bahkan tanpa riasan. Lebih cantik dari istri bosnya. Thomas menatapnya cukup lama --bukan karena dia terpesona--dia merasa wajah Laras familiar. Dia merasakan perasaan ini saat pertama kali bertemu dengan Laras. Namun dia hampir melupakannya karena jarang melihatnya lagi
Laras menatap mata gelap Ardhan yang tampak seperti obsidian yang gelap.Laras tak bisa mengalihkan pandangannya dari mata gelap yang mempesona, seperti jurang gelap yang menariknya untuk melanggar prinsip dan batas moral-nya.Laras menatap bibir tipis Ardhan yang menyungging senyum mempesona dan menelan ludah merasakan keinginan untuk menempelkannya di bibir pria itu.Rasa malu masih ada dalam dirinya.Dia telah merasakan bibir pria itu berkali-kali. Bahkan lebih dari itu.Tapi pria itu milik wanita lain.Dia ingin mengalihkan pandangannya namun Ardhan menahan tengkuknya, mendekatkan bibir mereka."Ayolah sayang ...." Bisikannya seperti bisikan jin, merayunya untuk menuruti kemauannya. Wajahnya mendekat dan menghembuskan napas hangatnya, bibirnya hanya berjarak beberapa inchi di bibir Laras saat dia berkata, "Katakan ... Mintalah padaku. Apa yang kamu inginkan, aku akan memberikan segalanya padamu."Sayang ....Wajah Laras terasa panas mendengar panggilan 'sayang' yang diucapkan deng
Sementara Aidan tertidur, Laras menunggu dengan hati yang berat di dalam kantor yang besar dan rapi. Dia tahu Thomas menghentikan orang-orang itu menghancurkan rumahnya karena Ardhan. Laras tahu apa yang harus dia lakukan ketika bertemu dengan Ardhan. Dia tak mampu membayar 15 miliar untuk melindungi rumahnya.Yanti dan Sandra, kedua orang itu pasti sudah melarikan diri setelah menjual rumahnya. Dia mengetahui itu setengah jam lalu ketika dia meminta Thomas mengantarnya ke rumah mantan mertuanya untuk meminta penjelasan mereka yang telah menyusup dan mencuri sertifikat rumahnya.Sayangnya, rumah itu kosong dan terjual. Yanti dan Sandra melarikan diri setelah menjual rumah Laras seharga 3 miliar. Orang-orang dari perusahaan real estate menjual kembali pada Thomas dengan angka 15 miliar ketika dia bertanya.Thomas hanya mampu menunda orang-orang dari perusahaan real estate sebelum mereka kembali untuk menghancurkan rumahnya. 15 miliar. Sekaya apapun Ardhan atau bagaimana mereka menja
Dia menunjuk wajah Laras geram."Perempuan gila! Kamu mau mati ya! Kalau mau mati, mati saja di tempat lain. Jangan membuat kami menanggung tanggung jawab kalau kamu mati di sini!"Laras memeluk kepala Aidan dengan protektif menyembunyikan wajah putranya di dadanya agar tidak ketakutan melihat orang-orang menunjuk dengan marah pada mereka."Ini rumahku, aku tidak akan pergi." Laras bergumam mengulang ucapannya tidak akan pergi dari rumahnya."Sialan, siapa sih lepasin perempuan gila ini! Aku tidak peduli lagi! Siapapun seret perempuan gila ini dari sini." Pria itu memanggil anak buahnya dengan marah untuk mengeluarkan Laras dari tempat tadi.Dua orang yang tadi menarik Laras, bergegas datang dan meraih tangannya.Laras meronta."Berhenti! Lepaskan dia!" Thomas membentak orang-orang itu dengan wajah muram dan kesal. Doa menghadap pemimpin itu."Siapa kamu?" Tanya pemimpin itu mengernyitkan dahi menatap Thomas.Dia mendekatinya. "Kalian dari perusahaan real estate?""Benar," balas pria
Laras bergegas keluar dari mobil dan menghentikan orang-orang yang ingin menghancurkan rumahnya.“Tunggu! Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di depan rumahku?”Kerumunan orang menatapnya.“Maaf kamu siapa?” Salah pria dengan helm putih bertanya.“Aku pemilik rumah ini. Apa yang kalian lakukan membawa alat-alat berat ke rumahku?!” Laras cemas melihat alat-alat berat yang dibawa ke depan rumahnya, tampak bersiap akan menghancurkan rumahnya.“Maaf, rumah ini sudah dibeli tiga hari yang lalu dan dipersiapkan untuk pembangunan rumah mewah.”Mata Laras membelalak mendengar itu.“Aku tidak pernah menjual rumahku. Kalian pasti salah. Tolong pergi dari sini.”“Rumah dijual pada kami 3 miliar. Kami memiliki sertifikat rumah ini yang dijual. Tanah dan rumah menjadi milik kami.” Pria yang sepertinya pemimpin kelompok orang itu, menunjukkan sertifikat rumah Laras yang sangat familiar dan surat pengalihan hak milik serta dokumen pendukung lain.“Itu … itu sertifikat rumahku … bagaimana bisa ada







