Tidak ada lagi tangisan, tidak ada lagi bayangan masa lalu yang menahan langkahnya. Kehidupan Nayla kini tenang, tapi bukan berarti kosong. Ia mulai mengisi harinya dengan hal-hal sederhana: menulis, mengajar kelas menulis kecil di komunitas, dan sesekali bepergian sendirian untuk mencari inspirasi. Setiap tempat yang ia datangi seperti menyisakan potongan dirinya yang baru. Di Yogyakarta, ia menemukan kembali makna rumah. Di Bandung, ia belajar menertawakan kesepian. Dan di Jakarta—tempat ia dulu merasa tercekik—ia akhirnya bisa berjalan dengan kepala tegak, tanpa rasa takut bertemu siapa pun. Namun kehidupan, seperti biasa, tidak pernah berjalan datar. Satu sore, saat ia selesai mengisi kelas menulis di kafe langganannya, seseorang datang menghampiri. Pria dengan wajah asing tapi senyum yang akrab. “Nayla Arsyad?” tanyanya, suaranya hangat tapi tegas. “Iya, saya sendiri. Maaf, kita pernah ketemu?” Pria itu menggeleng sambil tersenyum. “Belum. Tapi saya sudah lama membac
Last Updated : 2025-11-07 Read more