Pagi itu, ruang kelas terasa bising. Suara tawa mahasiswa bercampur dengan bunyi kursi yang digeser, kertas yang dibolak-balik, dan langkah kaki yang lalu-lalang. Semua tampak biasa—kecuali bagi Nayla. Ia duduk di bangku dekat jendela, menatap keluar. Matanya sembab, kantung matanya jelas terlihat. Ia mencoba tersenyum ketika Rani menepuk bahunya, tapi senyum itu hanya sekilas, lalu menghilang seperti asap. “Nay, kamu nggak apa-apa?” Rani berbisik, menyodorkan botol air mineral. “Muka kamu pucet banget.” Nayla menggeleng, menerima botol itu dengan tangan gemetar. “Aku cuma kurang tidur.” Rani menatapnya lama. Ia tahu sahabatnya sedang bohong. Tapi Rani memilih tidak mendesak. Hanya mengusap punggung Nayla pelan, seakan memberi kekuatan diam-diam. Di sudut lain kelas, Elhan duduk kaku. Ia mencoba menatap papan tulis, tapi matanya sesekali melirik ke arah Nayla. Dan setiap kali pandangan itu bertemu, Nayla buru-buru menunduk. Ada jarak aneh di antara mereka, jarak yang lebih tajam
Last Updated : 2025-09-22 Read more